tag:blogger.com,1999:blog-34108681081918800402024-02-19T08:18:36.977-08:00Paksi Buay Pernong Paksi Pak Skala BrakSai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.comBlogger18125tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-29600256832197460992009-01-02T18:18:00.000-08:002009-01-02T18:56:46.204-08:00Meneruskan Tradisi Para Mujahid<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSlvbiANseZtRtyXIYZYxjJ1m9f6Cz5JyDfP92G-NknOmdfkL2iCq6bnQT1N0qnz5ZrwzhA-fcbIJ67GNvfTe4fOmgK0JMTer6mQ8RlEa_bdzJPegf9WwwF1BYK1-fQIiLTfzpv0vHy1Lk/s1600-h/teman+raja.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 216px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSlvbiANseZtRtyXIYZYxjJ1m9f6Cz5JyDfP92G-NknOmdfkL2iCq6bnQT1N0qnz5ZrwzhA-fcbIJ67GNvfTe4fOmgK0JMTer6mQ8RlEa_bdzJPegf9WwwF1BYK1-fQIiLTfzpv0vHy1Lk/s320/teman+raja.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5286895639487115474" border="0" /></a><br /><br /><div style="text-align: center; font-style: italic;">Tabikpun pehaguk Suntan Beliauan say nyuncun Makhga Pernong! Sekindua sanak khantau anjak Kembahang Tuha tikham khasa diJaya'ni Makhga, nyuba usaha ngehimpun cutik Sejarah jama Budaya Nekham diwikipedia, kilu bimbing kik salah dikhekhika khik cakha! Lanjutni jak ija sekindua haga ngeni saran pehaguk beliauan, yadodia ngehimpunko Sejarah Paksi Pak Nekham dilom buku, sebagai acuan autentik Sejarah, Budaya, Silsilah khik Adat Kepaksian Nekham, terutama bagini Generasi Sekala Brak khususni khik Generasi Lampung selanjutni! Khanodia jak sekindua, kilu mahap kik salah cakha!<br />Tabik....<br /></div><div style="text-align: right; font-style: italic;"><span style="font-size:85%;">Tulisan di atas merupakan komentar dari pengunjung blog ini dengan identitas paksibuaybejalandiway.blogspot.com. </span><br /></div><div style="text-align: justify;">Seiring perjalanan waktu, harapan, keinginan dan kerinduan untuk mengangkat kembali sejarah Paksi Pak Sekala Brak semakin menguat ke permukaan. Hal itu perlu disyukuri, karena hal itu menunjukkan kuatnya kesadaran bersama masyarakat adat Paksi Pak Sekala Brak akan sejarah mereka, akan budaya, seni tradisi, dan nilai-nilai yang diyakini dan dijunjung masyarakat Sai Batin. Lebih jauh, hal itu menunjukkan semangat untuk menegaskan identitas jati diri masyarakat Lampung, khususnya warga Paksi Pak Sekala Brak. Dengan mengenal jati diri, seseorang akan dengan mantap menatap masa depan. Dengan mengenal jati diri, kita akan megetahui di mana kita duduk, dengan siapa kita berhadapan, sekaligus mengetahui tugas dan tanggung jawab apa yang harus kita pikul untuk kehidupan berbangsa dan bernegara ini.<br /></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span class="”fullpost”"><br />Gagasan untuk membukukan sejarah Paksi Pak Sekala Brak, merupakan kristalisasi dari cita-cita mengangkat kembali sejarah kerajaan Sekala Brak. Hal itu layak untuk diperhatikan oleh Semua Kepaksian dari Paksi Pak Sekala Brak.<br />Kita tahu, sebenarnya masing-masing kepaksian telah memiliki buku tentang kepaksian masing-masing. Buku yang ditulis oleh para budayawan, cerdik-cendekia masing-masing Paksi. Hal itu jelas sangat membantu masyarakat untuk melakukan kajian, penelitian dan klarifikasi atas sejarah Paksi Pak Sekala Brak.<br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw-6EnrBzWtAENjTsDfwf2psAARHcnpvXWcz2hHl1a3OozZN1E3CzTBW6XZvBWoTN1obRn45uI1yNKrsgXIvEKeQU9doPISnxlWXeAZvY8l67sdNma7i4O1HACWCF5t4f0ZNlaDhPRaSXQ/s1600-h/musik.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 289px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw-6EnrBzWtAENjTsDfwf2psAARHcnpvXWcz2hHl1a3OozZN1E3CzTBW6XZvBWoTN1obRn45uI1yNKrsgXIvEKeQU9doPISnxlWXeAZvY8l67sdNma7i4O1HACWCF5t4f0ZNlaDhPRaSXQ/s320/musik.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5286894590401583074" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Meski demikian, gagasan untuk memunculkan sejarah utuh Paksi Pak Sekala Brak patut diperjuangkan, karena hanya di tangan masyarakat adat Paksi Pak Sekala Brak-lah sejarah itu dapat dimunculkan kembali. Artinya sangat sulit jika kita mengharap ada pihak lain yang melakukan kajian dan penulisan buku sejarah Paksi Pak Sekala Brak. Penelitian, pengkajian dan penulisan sejarah Paksi Pak Sekala Brak harus dimulai dari diri kita sendiri, dari Paksi Pak Sekala Brak sendiri.<br />Jika para pendahulu Paksi Pak Sekala Brak, seperti Ratu Mumelar Paksi, Ratu Ngegalang Paksi beserta keempat umpu telah berjihad melawan 'sikap jahiliyah' suku Tumi, maka tugas kita masyarakat adat Sekala Brak di jaman seakrang untuk kembali berjihad menegakkan nilai-nilai tradisional, nilai-nilai kearifan lokal untuk membangun masyarakat. Kita perlu berjihad agar masyarakat Lampung, khususnya yang berkebudayaan Sai Batin agar tidak kehilangan jati diri mereka. Kita perlu berjuang agar masyarakat Sai Batin mengenal, bangga dan terus mengembangkan nilai-nilai luhur yang telah diperjuangan oleh para pendahulu.<br />Bisa jadi perlu keempat Paksi : Kepaksian Bejalan Diway, Kepaksian Nyekhupa, Kepaksian Pernong dan Kepaksian Belunguh, bertemu bersama, membahas strategi yang akan ditempuh untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kesai-batinan.<br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com21tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-40757801555705175442008-12-30T03:01:00.000-08:002008-12-30T05:04:15.654-08:00Kesetiaan Pada Tradisi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBzinpx24roYy0uu6XXvgzx04s69a9FNwiFTfQHel2XeA7oHAMqiyAmlh8WrkClueN-BS4kaIhU52VRHCz3AR-yEYv6hoaxNBKNwUXnJb_ww-kFAS7FitBCmYSSGbf8Z7KxkKt228k6Txy/s1600-h/ziarah.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBzinpx24roYy0uu6XXvgzx04s69a9FNwiFTfQHel2XeA7oHAMqiyAmlh8WrkClueN-BS4kaIhU52VRHCz3AR-yEYv6hoaxNBKNwUXnJb_ww-kFAS7FitBCmYSSGbf8Z7KxkKt228k6Txy/s320/ziarah.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285566700513408978" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">"Saya bangga memiliki sultan yang berprestasi, saya ingat bagaimana sultan dengan ramah menerima semua orang yang berkunjung ketempatnya, semoga Pun Edward selalu seperti itu.. Dan kami selalu mengharapkan kebahagiaan bagi sultan, dan menjadi contoh bagi segenap pemuda Lampung Barat untuk berprestasi. long Live Sultan!!</span><br /><span style="font-style: italic;">Best Regards -Heikal Anugerah- Sukarame</span>".<br /><span style="font-family:georgia;">Begitu komentar dalam blog ini. Luar biasa! Ada kebanggaan, ada ketakziman dari seorang pemuda pada adat-istiadat, pada budaya, dan lebih spesifik pada Saibatinnya. Sesuatu yang amat langka muncul di era demokrasi ini.</span><br /></div><div class="fullpost"><span class="”fullpost”"><br /></span><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigGP-jvdYfSkZ7zpvMbWeBY_SC4HYwUWdGGWzp_F7fZPpADsTz1xe80th67MEU4x0b3lLZwk2_N0_wUAdnlbPZ1u2y2-4RkpDdPN25gLIYfPBUtc1TZKWzA3Ynvzw2zgVaNdssHVZVKciz/s1600-h/WITH+ARI+meriam.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 257px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigGP-jvdYfSkZ7zpvMbWeBY_SC4HYwUWdGGWzp_F7fZPpADsTz1xe80th67MEU4x0b3lLZwk2_N0_wUAdnlbPZ1u2y2-4RkpDdPN25gLIYfPBUtc1TZKWzA3Ynvzw2zgVaNdssHVZVKciz/s320/WITH+ARI+meriam.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285566688730469394" border="0" /></a><br /></div><span class="”fullpost”">Paksi Pak Sekala Brak, khususnya Kepaksian Pernong, harus bangga betapa masyarakat adatnya masih sangat menyatu dan taat dalam menjaga adat-istiadatnya. Apa yang ditulis oleh Heikal Anugerah dari Sukarame itu menunjukkan beberapa hal :</span><br /><span class="”fullpost”">1. Penulis komentar pernah datang ke Gedung Dalom, dan bertemu dengan Saibatin Kepaksian Pernong, Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII. Dalam pertemuan itu Heikal melihat dengan mata kepalanya sendiri tindakan Pangeran yang menganggap rakyat adat Kepaksian Pernong, bukan lagi sebagai rakyat, tapi sebagai kerabat (sebagaimana dinyatakan oleh Pangeran dalam acara <a href="http://gantyo.blog.mediaindonesia.com/2008/12/10/kick-andy-dan-para-pewaris-tahta/">KICK ANDY : PARA PEWARIS HARTA</a>). Apa yang dilihat Heikal, dan ribuan orang lain, telah mengilhami kesadaran bahwa Kerajaan Adat bukanlah bentuk monarkhi, namun merupakan bentuk kekerabatan untuk setia memegang tradisi leluhur. </span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhe3-UYheQenY9ECpJumVzNHI4J5r041AibN308yZJ6aaLGjjT4hYdeg4ZwcyKUbA0DGNQ9kCuFcyMNHml0YKcVmiYM-8g-x5GGlzG4p2QsGsWYlZWrEUDrl5xurr7t_I5UU8B81Ok8-8v6/s1600-h/sowan.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhe3-UYheQenY9ECpJumVzNHI4J5r041AibN308yZJ6aaLGjjT4hYdeg4ZwcyKUbA0DGNQ9kCuFcyMNHml0YKcVmiYM-8g-x5GGlzG4p2QsGsWYlZWrEUDrl5xurr7t_I5UU8B81Ok8-8v6/s320/sowan.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285566696667578466" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">2. Adanya pengakuan yang tulus tentang keberadaan Gedung Dalom. Gedung Dalom diakui dan dirasakan sebagai milik kerabat atau warga adat Kepaksian Pernong. Selain itu, warga adat Kepaksian Pernong juga mengaku sebagai rakyat sultannya, milik sultannya, milik Puniakan. Pengakuan itu memiliki nilai, bahwa dalam rentang sejarah yang panjang, sekitar seribu tahun, adat-tradisi dipegang teguh, tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Sejak jaman Empat Umpu hingga masa reformasi, kesetiaan masyarakat adat Kepaksian Pernong masih utuh terjaga, marwah dibela. Kesadaran semacam yang dimiliki oleh Heikal inilah yang membuat takut Belanda pada masa penjajahan dahulu.</span><br /><span class="”fullpost”">Kesetiaan masyarakat adat Kepaksian Pernong membuat Belanda tak mampu menguasai tanah Lampung. Berbagai cara dilakukan Belanda untuk menundukkan Lampung, namun selalu gagal karena kegigihan Saibatin, dan kesetiaan rakyat pada Saibatin. Hingga akhirnya Belanda menggunakan strategi memecah belah masyarakat Lampung dengan mendirikan marga-marga, melalui Keputusan Residen Lampung No. 362/12 yang dikeluarkan tangggal 31 Mei 1864. Sekala Brak sendiri dipecah menjadi 16 marga, melalui Gouvernement Besluit DDO Maart 1844 No. 18. Lebih jauh, Belanda juga melarang penggunaan gelar adat. </span><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYTFk3ss-KBz8qA7NuouIZULIpHaDYDlvaejRjiWaYFjA4T7M_MD4yTYbuzzk50-6q87X0s7g9YpwVICXbhJ0GuSEYvK6-hvPFRCYP5oPSTEwW-IBghWd4jnJSL7MfZkqneskfIFHX4BrR/s1600-h/non+dinas.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 190px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYTFk3ss-KBz8qA7NuouIZULIpHaDYDlvaejRjiWaYFjA4T7M_MD4yTYbuzzk50-6q87X0s7g9YpwVICXbhJ0GuSEYvK6-hvPFRCYP5oPSTEwW-IBghWd4jnJSL7MfZkqneskfIFHX4BrR/s320/non+dinas.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285566691054329554" border="0" /></a><br /></div><span class="”fullpost”">Semua itu disebabkan oleh kegagalan Belanda membujuk rakyat Lampung untuk meninggalkan kesetiaan mereka pada Saibatinnya. Dan setelah marga-marga berdiri, Belanda menjadi 'pahlawan kesiangan' seolah menyatukan rakyat Lampung. Belanda memainkan politik pencitraan, seolah ada konflik antarrakyat Lampung, dan hanya Belanda yang mampu meredakan. Padahal sebaliknya, Belanda yang memecah belah.</span><br /><span class="”fullpost”">Namun yang perlu disyukuri adalah, kesetiaan rakyat Kepaksian Pernong pada Saibatinnya tak pernah surut hingga sekarang.</span><br /><span class="”fullpost”">Sosok pemuda seperti Heikal Anugerah adalah contoh bagaimana kecintaan rakyat atau kerabat Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, khususnya Kepaksian Pernong. Apa yang dikatakan Heikal, hendaklah diamini dan diimplementasikan dalam sebuah kreasi untuk kejayaan Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak.</span><br /><span class="”fullpost”">Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan yang besar. Kerajaan yang menurut sejarah sebagai penghasil emas. Kerajaan yang memainkan peran penting dalam gerak peradaban Nusantara hingga menjadi NKRI seperti sekarang.</span><br /><span class="”fullpost”">Dari perjalanan sejarah itu, kita bisa menarik hikmah :</span><br /><span class="”fullpost”">1. Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan besar dan telah berumur seribu tahun lebih, dan selalu berproses dalam dinamika kebangsaan, melakukan pengawalan hingga berdirinya Republik Indonesia.</span><br /><span class="”fullpost”">2. Jangan pernah lagi masyarakat Lampung terpecah-pecah. Lampung itu tetap satu, Kebudayaan Saibatin dan kebudayaan Pepadun memiliki anjak asal yang sama, berasal dari Sekala Brak. Pepadun dan Saibatin memiliki ideologi yang sama, yang berasal dari Pepadun, artinya singgasana. Singgasana bermakna kehormatan. Artinya seluruh warga Lampung harus terus menjaga kehormatan dirinya, kehormatan adat-istiadatnya, kehormatan kebudayaannya. Dan karena itu perbedaan yang ada harus disingkirkan, karena sesungguhnya kita satu.</span><br /></div></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-41908922346019259842008-12-29T03:15:00.000-08:002008-12-29T03:45:34.062-08:00Lampung Satu<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9gYdcE545qy39i8WVcOGCJNFKxEv4qw_KuREnE5YiiOix63LeMFOr2Jnnbn9iDCCA-MdL5mYOsTNQYOVxy8MTqi6_cqnpKwesP7Mn_D6GRnl7MJEtp8_6mTrRIfuOTuTmOi_bM92SP65f/s1600-h/sambutan+saibatin.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9gYdcE545qy39i8WVcOGCJNFKxEv4qw_KuREnE5YiiOix63LeMFOr2Jnnbn9iDCCA-MdL5mYOsTNQYOVxy8MTqi6_cqnpKwesP7Mn_D6GRnl7MJEtp8_6mTrRIfuOTuTmOi_bM92SP65f/s320/sambutan+saibatin.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285176389503596306" border="0" /></a><br /><br /><div style="text-align: justify;">Wilayah Lampung memiliki akar historis yang panjang dan penting. Keberadaan masyarakat dan kebudayaan Lampung, sudah tercatat sejak abad ke 3-4 Masehi, dengan kebudayaan Animisme/Dinamisme. Kemudian pada periode berikutnya, jejak agama Hindu dan Budha hadir di Lampung, dianut oleh masyarakat dan kerajaan yang berdiri dan berjaya di Lampung. Setelah kejayaan Hindu/Budha, masuk agama Islam yang dibawa oleh para mujahid dari tanah Arab, dari dinasti Ummayad, sekali lagi Lampung menjadi tujuan awal perubahan peradaban. Para pendakwah Islam yang diundang oleh Kerajaan Sriwijaya Jambi, setelah berhasil membimbing raja Srindravarman untuk memeluk Islam dan mengubah nama kerajaannya menjadi Sribuza Islam, maka para pendakwah meneruskan perjalanan dakwahnya hingga ke Lampung.<br /></div><div class="fullpost"><span class="”fullpost”"><br /></span><div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAQkuJuzTmqP7hIzhdrX1v58cYE3WkrcCnZXM_ETU2FeiuHVwjWglrb9oQ7AzxpksYlWp01GtzKGqQ-JH2qdQ4KR30CDCQpZc6qERVbEFL9b57kz_SrUsvwSoo9ECz66BbzUqc-Ka0VTdf/s1600-h/tarian+saibatin.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAQkuJuzTmqP7hIzhdrX1v58cYE3WkrcCnZXM_ETU2FeiuHVwjWglrb9oQ7AzxpksYlWp01GtzKGqQ-JH2qdQ4KR30CDCQpZc6qERVbEFL9b57kz_SrUsvwSoo9ECz66BbzUqc-Ka0VTdf/s320/tarian+saibatin.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285176385162785042" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Dari rentetan sejarah itu berarti Lampung memiliki peran strategis dalam mengawal perubahan peradaban di Indonesia. Oleh sebab itu menjadi tanggung jawab kita semua, warga Lampung untuk mengenal dan mencintai kebudayaan kita, kebudayaan nenek moyang kita, kebudayaan yang jelas benderang dalam lintasan sejarah Nusantara.</span><br /><span class="”fullpost”">Untuk mewujudkan rasa cinta pada kebudayaan Lampung, dapat dilakukan dengan bebagai cara, salah satunya adalah menggali sejarah masa lalu dan menuliskannya dalam sebuah buku. Hal ini penting, karena meski sejarah Lampung amat bersinar, namun dalam sejarah bangsa Indonesia, sejarah Lampung amat sedikit yang bisa kita telusur. Hal itu disebabkan karena rendahnya tradisi teks pada masyarakat Lampung, sehingga sejarah dan budaya Lampung kurang menempati posisi penting dalam sejarah Nasional. </span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhldiAo_itmNSYg_ZeSdoE0hDUkyRw0ei5TGKXcgdeekx57fqrA05rBdmd_6TLolP4ZCnfWfIYkfxVym20iZCH5eaV1_LOOKM5a4BgAGR7K4v-3862g5yxwCpucFoOKESRyh3AfYsCpIPHO/s1600-h/silat.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhldiAo_itmNSYg_ZeSdoE0hDUkyRw0ei5TGKXcgdeekx57fqrA05rBdmd_6TLolP4ZCnfWfIYkfxVym20iZCH5eaV1_LOOKM5a4BgAGR7K4v-3862g5yxwCpucFoOKESRyh3AfYsCpIPHO/s320/silat.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285176372037253858" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Oleh sebab itu upaya penerbitan buku, penulisan artikel di media massa, pembuatan blog budaya, dan segala hal yang dimungkinkan untuk menelusuri dan menginformasikan sejarah dan budaya Lampung, perlu diapresiasi positip. Kita berharap semakin banyak informasi tentang Lampung yang ditulis oleh para sejarawan dan budayawan Lampung, akan semakin memperjelas peran dan posisi Lampung dalam peradaban Indonesia. Dan yang lebih penting adalah agar masyarakat Lampung tidak kehilangan jati dirinya, karena tidak mengenal sejarah dan asal-usulnya.</span><br /><span class="”fullpost”">Saya mengetahui dan membaca beberapa komunitas budaya dan adat di Lampung telah menerbitkan buku tentang komunitas mereka, hal itu merupakan langkah awal untuk melakukan penelitian dan pengkajian sejarah Lampung secara komprehensif. Saat ini begitu banyak sejarah ditulis berdasarkan cerita-cerita lisan, berdasar mitos-mitos, bukan berdasar kajian dan penelitian. Oleh sebab itu, saya berharap penulisan itu dapat ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian dan pengkajian lebih serius.</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEGx3bG7_MTukyhom4FtB799qzkJgOyKJYyoGyjS-CPlwVo2mGq5BRGJUsO6mzJDrjlYhaohx-tzmISndZNwF02HREEOhDA6je0ZKvRsVbxWNT9Vww32-AngsB_tpsUdla_6RBKxtIPS23/s1600-h/perang.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEGx3bG7_MTukyhom4FtB799qzkJgOyKJYyoGyjS-CPlwVo2mGq5BRGJUsO6mzJDrjlYhaohx-tzmISndZNwF02HREEOhDA6je0ZKvRsVbxWNT9Vww32-AngsB_tpsUdla_6RBKxtIPS23/s320/perang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285176374638271858" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Meski banyak sejarah ditulis berdasar mitos, namun hal yang paling membanggakan adalah adanya spirit untuk menggali, dan menemukan jati diri dalam satu komunitas yang beradab. Artinya, kehadiran kita (orang Lampung) sebagai suatu bangsa, tidak tiba-tiba tapi merupakan rentetan sejarah yang panjang, hingga kemudian kita menemukan bentuk final, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuj3O2DZAlLeNjy2Y3GaVWwpgwMJJ4jOveDT7HvP2p8tpjaw3H_lCeDfAa2ogIcbawkDASpeW0Z70sLsKqr4E5Hly2zMLSBsNnWsq4fJHlwu9FQE74wnXRhJO8ByR46-DVRx4QqKW6MA66/s1600-h/DSC_7565.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuj3O2DZAlLeNjy2Y3GaVWwpgwMJJ4jOveDT7HvP2p8tpjaw3H_lCeDfAa2ogIcbawkDASpeW0Z70sLsKqr4E5Hly2zMLSBsNnWsq4fJHlwu9FQE74wnXRhJO8ByR46-DVRx4QqKW6MA66/s320/DSC_7565.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5285176366163083282" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Di titik inilah penerbitan buku-buku itu menemukan peran strategisnya. Buku merupakan bagian penting sebagai bagian dari mata rantai dialog kebudayaan yang terus-menerus dilakukan. Dan saya mendorong agar semua pihak, sudi meneliti, mengkaji dan menuliskan sejarah dan kebudayaan masing-masing, dengan harapan terjadi klarifikasi dan ditemukan titik-titik persamaan diantara semua kebudayaan yang ada di Lampung.</span><br /><span class="”fullpost”">Kita sama mafhum bahwa dalam segala keberagaman budaya ada benang merah yang kita yakini bersama, juga tertulis dalam kajian peneliti-peneliti Indonesia maupun asing, bahwa masyarakat Lampung berasal dari Sekala Brak, Gunung Pesagi. Pengakuan ini dapat dijadikan titik tolak penelitian untuk mengungkap fakta-fakta tentang Lampung di masa lalu. Dan pengakuan itu sekaligus menunjukkan, meski Lampung memiliki keragaman budaya, namun tetap satu : satu nenek moyang, satu asal, dan satu sejarah.</span><br /></div></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com19tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-19994107187809372942008-12-21T19:52:00.000-08:002008-12-21T20:36:14.365-08:00Suara Hati<div style="text-align: justify;">Beberapa komentar yang masuk ke Blog ini, membuat Pangeran Edward merasa terharu. Pangeran merasa begitu besar perhatian masyarakat, khususnya masyarakat adat Kepaksian Pernong. "Komentar itu menunjukkan betapa kecintaan masyarakat pada adat-istiadatnya. Sekaligus membuktikan kesetiaan mereka pada adat-istiadat, dimanapun mereka berada, mereka masih tetap mengaku bahkan bangga dan mengaku sebagai warga Kepaksian," kata Pangeran Edward.<br /></div><div class="fullpost"><span class="”fullpost”"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”">Kebanggaan, kesetiaan, dan rasa memiliki warga adat itu merupakan modal untuk merevitalisasi kebudayaan Saibatin. Pangeran berharap warga adat Saibatin dapat menjaga nilai-nilai budaya tersebut di manapun mmereka berada. Bahkan perlu dilestarikan agar dapat mengharumkan nama Kepaksian, juga daerah Lampung Barat. Karena bagi Pangeran Edward, kebudayaan daerah yang bersumber dari kerajaan di masa lalu, merupakan alat perekat bangsa. Semakin kebudayaan daerah itu hidup dan berkembang, maka NKRI akan semakin kokoh, maju dan dihargai bangsa-bangsa lain.</span><br /><span class="”fullpost”">Pangeran Edward mengucapkan terima kasih pada warga adat Saibatin dimanapun berada, dan berharap suatu saat dapat bersilaturrahmi untuk membahas bagaimana memajukan kebudayaan Saibatin.</span><br /></div></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-47017806682872026872008-12-15T07:03:00.000-08:002008-12-17T08:39:47.917-08:00Pantun Azimat<div style="text-align: center; font-weight: bold;font-family:times new roman;"><span style="font-size:130%;">“Paksi Pak ghalni<br />Sinno asli ni Lampung<br />Ngejual mak ngebeli<br />Dilom adat ni Lampung”<br /><br />“Pisan simbayang tinggal<br />tempanjin di nekhaka<br />pisan saibatin tisakkal<br />hak lebon suaka mena”<br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOGV3JOX_quGyjy26gwzgQvyZr2eC9aSTZokDOKqrM0_tERx3_vEP9WZqNL6xHJyCCW7_1r0TtDiJ1v1YH5wh8QT7XaDX70BuGMRicMkiU2deMYnOr7jnCxND4hyphenhyphenIrsxzddlQKQ1JmxnyH/s1600-h/DSC_7269.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOGV3JOX_quGyjy26gwzgQvyZr2eC9aSTZokDOKqrM0_tERx3_vEP9WZqNL6xHJyCCW7_1r0TtDiJ1v1YH5wh8QT7XaDX70BuGMRicMkiU2deMYnOr7jnCxND4hyphenhyphenIrsxzddlQKQ1JmxnyH/s320/DSC_7269.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5280799420617365458" border="0" /></a><br /><span style="font-size:130%;">“Khiah-khiah kik dawah<br />kekunang kik debingi<br />kik Sai Batin mekhintah<br />tisangsat kham kipak mati”<br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-73701594884512753802008-12-15T06:53:00.001-08:002008-12-15T07:01:16.560-08:00Petuah Pun Edward Syah Pernong<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjq0r895mE27JSiRtH9hp7IR45m4BPrNsK8BS8xwBW82H-OQiW6uJ7StbeHcQGn6LocushgB_m8pwi4NfUDAw3uV5WQnz_P8jTMRhhipCK1VwG4ya5X6OezhuVHcpUcprbcjXDX6uru_x5o/s1600-h/WITH+nyonya+copy.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 257px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjq0r895mE27JSiRtH9hp7IR45m4BPrNsK8BS8xwBW82H-OQiW6uJ7StbeHcQGn6LocushgB_m8pwi4NfUDAw3uV5WQnz_P8jTMRhhipCK1VwG4ya5X6OezhuVHcpUcprbcjXDX6uru_x5o/s320/WITH+nyonya+copy.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5280030997633033314" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”"><br /></span><div style="text-align: center;"><span class="”fullpost”" style="font-family:georgia;">Biji yang baik jatuh<br />ke laut jadi pulau<br /><br />Saya ingin Sekala Beghak eksis. Eksistensinya betul-betul diakui. Terutama dalam membina kebudayaan dan peradaban. Karena saya lihat salah satu hal yang sangat signifikan membangun bangsa, character building, adalah keberadaban manusia. Manusia yang beradab.</span><br /></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com54tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-75013385063732073272008-12-13T18:32:00.000-08:002008-12-13T04:38:37.037-08:00Peran Konstitusional Raja-raja Nusantara Dalam Memajukan Kebudayaan Nasional<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiVozMV_ex3OQT5kelSFw5AtDyMEHeg6knQtkQTeQJt-AJpLnHJNg5wsKoGtO-qQg2bMsXXuw_DjhEpz1xK8e4PfxmHQ-Y-ekkxMktDztIiaW-65Fmc76onRA8Wk8XrkIVoLWlffa7snrw/s1600-h/Awan.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 262px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiVozMV_ex3OQT5kelSFw5AtDyMEHeg6knQtkQTeQJt-AJpLnHJNg5wsKoGtO-qQg2bMsXXuw_DjhEpz1xK8e4PfxmHQ-Y-ekkxMktDztIiaW-65Fmc76onRA8Wk8XrkIVoLWlffa7snrw/s320/Awan.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279245249379840978" border="0" /></a><br /><br /><div style="text-align: justify;">Diklaimnya produk kebudayaan Indonesia seperti Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, motif batik, motif pahat Bali dan Asmat, dan beberapa lagi oleh negara lain, telah menyentak kesadaran masyarakat Indonesia. Mengapa kebudayaan kita diakui atau bahkan dianggap milik bangsa lain. Kasus itu telah menyulut emosi dan menghadirkan tuduhan pada negara yang mengkalim produk budaya Indonesia sebagai budaya mereka. Bahkan timbul wacana agar Indonesia menggunakan kekuatan politik dan militer untuk mengembalikan harga diri bangsa.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span class="”fullpost”"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”">Namun ada yang dengan kepala dingin berpikir, mencari akar permasalahan. Kelalaian kita –bangsa dan pemerintah Indonesia—yang menjadi penyebab produk kebudayaan kita diakui sebagai produk kebudayaan negara lain. Bangsa ini tidak setia menjaga warisan nilai-nilai budaya bangsa, di tengah deras arus budaya lain. Bangsa ini seolah tak berdaya di tengah terpaan media massa yang datang tiap detik di ruang-ruang pribadi kita, merasuki alam bawah sadar, dan membentuk pola pikir dan pola tindak. Bangsa kita seperti tergagap dengan rayuan budaya lain yang menawarkan kemudahan, keindahan, kemewahan dan kenikmatan. Budaya yang membuat masyarakat kita terbang ke langit, melupakan bumi tempat mereka berpijak.</span><br /><span class="”fullpost”">Mengapa ini terjadi?</span><br /><span class="”fullpost”">Globalisasi merupakan suatu keniscayaan yang tak mungkin ditolak. Namun bangsa yang cerdas adalah bangsa yang bergerak lebih cepat, menjadikan budaya bangsanya sebagai budaya global. Sedang bangsa yang bergerak lamban, hanya akan menjadi lahan subur budaya asing. Karena itu jika Indonesia menjadi lahan subur budaya asing, berarti bangsa ini telah bergerak lamban.</span><br /><span class="”fullpost”">Mengapa demikian? Bisa jadi hal itu merupakan masalah prioritas. Pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi, mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi. Karena ekonomi menjadi prioritas utama, maka kebudayaan sementara ditinggalkan. Padahal UUD 1945 beserta amandemennya, telah mengamanatkan agar negara mengakui, menghormati, dan melindungi kebudayaan.</span><br /><span class="”fullpost”">Pasal 18B UUD 1945 ayat 2 menyatakan :</span><br /><span class="”fullpost”">“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”</span><br /><span class="”fullpost”">Siapakah yang dimaksud dengan “kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya?” Kesatuan masyarakat hukum adat jelas merujuk pada masyarakat adat. Dan masyarakat adat, secara historis merupakan bagian dari sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Dan “hak-hak tradisionalnya” merujuk pada hak yang dimiliki oleh kerajaan-kerajaan Nusantara, misalkan hak atas tanah, hak atas gelar, hak atas kepemimpinan lokal-tradisional, dan sebagainya.</span><br /><span class="”fullpost”">Dengan demikian pasal 18B UUD 1945 ayat 2 merupakan dasar hukum bagi Pemerintah Pusat, untuk mengakui eksistensi kerajaan-kerajaan Nusantara. Eksistensi yang dimaksud adalah eksistensi budayanya. Hal itu sesuai dengan pasal 28-I UUD 1945 ayat 3 :</span><br /><span class="”fullpost”">“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhA-rLPuMbrQSTDH1hSSmxRNj_IBkn5I2EsPIaKXU1YVb6u44iaDoOHjLPJiR-p-ogjAfRdAeac6A_GWkMdcscamtr-BWERJK1N2ivQ5EWJJ0Ws25lNZzCQBkygHG9nQBtms8VomJ9Mcl_H/s1600-h/KERIS3.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 114px; height: 136px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhA-rLPuMbrQSTDH1hSSmxRNj_IBkn5I2EsPIaKXU1YVb6u44iaDoOHjLPJiR-p-ogjAfRdAeac6A_GWkMdcscamtr-BWERJK1N2ivQ5EWJJ0Ws25lNZzCQBkygHG9nQBtms8VomJ9Mcl_H/s320/KERIS3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279105618483705234" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Perkembangan zaman yang dimaksud bisa diterjemahkan sebagai bentuk kompromi budaya; antara budaya masyarakat tradisional dengan budaya baru yang masuk. Dengan kompromi itu diharapkan muncul inovasi dan kreasi baru untuk kesejahteraan masyarakat.</span><br /><span class="”fullpost”">Perkembangan jaman juga bisa bermakna perkembangan atau dinamika masyarakat Indonesia. Setelah kemerdekaan, seluruh kerajaan-kerajaan Nusantara bergabung dengan NKRI. Dan UUD 1945 dengan amandemennya membagi wilayah Indonesia menjadi daerah-daerah. Hal itu bermakna bahwa “kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya,” disesuaikan dengan kondisi kewilayahan Indonesia Modern. Misalkan Mataram saat ini berada di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Atau lebih spesifik kekuasaan Ngayogyakarta Hadiningrat berada di wilayah DIY, sedang Surakarta Hadiningrat berada di wilayah Jawa Tengah.</span><br /><span class="”fullpost”">Dengan demikian, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat harus dihormati oleh Negara Indonesia. Demikian juga dengan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional kerajaan-kerajaan Nusantara yang lain.</span><br /><span class="”fullpost”">Lantas apa bentuk konkret dari “dihormati” sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28-I UUD 1945 ayat 3?</span><br /><span class="”fullpost”">Kata dihormati artinya keberadaannya bukan hanya diakui namun juga dipelihara oleh negara. Dan bentuk negara memelihara identitas budaya dan hak masyarakat adat tradisional adalah menempatkan para pemimpin masyarakat tradisional, dalam hal ini Raja-raja Nusantara, dalam kedudukan sebagai rujukan bagi pengembangan budaya-budaya lokal. Setiap keputusan yang akan diambil oleh pemerintah daerah, harus dikomunikasikan dengan para pemimin adat. Apalagi jika kebijakan yang akan diambil pemerintah daerah itu menyangkut tanah adat atau hak ulayat, tata kota, kesenian, dan kesejarahan.</span><br /><span class="”fullpost”">Dan bentuk “dipelihara” oleh negara, artinya negara atau pemerintah memfasilitasi segala keperluan dalam upaya-upaya mempertahankan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional. Hal ini sesuai dengan pasal 32 ayat 1 UUD 1945 :</span><br /><span class="”fullpost”">“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”</span><br /><span class="”fullpost”">Sebaliknya, jika masyarakat adat tidak diberi kebebasan dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, berarti pemerintah telah melanggar UUD 1945 beserta amandemennya.</span><br /><span class="”fullpost”">Hadirnya lembaga kebudayaan (Dewan kebudayaan kota/kabupaten maupun propinsi), di hampir seluruh daerah di Indonesia, bisa disebut sebagai itikad untuk melaksanakan pasal 32 ayat 1 UUD 1945. Dewan Kebudayaan berfungsi untuk memikirkan dan memperbaiki kebudayaan, melakukan penelitian, pengkajian, serta membuat konsep-konsep yang dapat disumbangkan pada pemerintah sebagai bahan pengambilan keputusan.</span><br /><span class="”fullpost”">Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya saat meresmikan Dewan Kebudayaan Propinsi DIY menyatakan : “kedudukan Dewan Kebudayaan sebagai pusat pemikiran dalam mengadaptasi budaya iptek global, seraya membangun kearifan budaya lokal guna mengukuhkan jati diri bangsa yang berbasis pada kebhinekaan budaya etnik Nusantara .”</span><br /><span class="”fullpost”">Dewan Kebudayaan adalah independen dan menjadi partner pemerintah daerah. Keberadaannya harus di luar pemerintah. Hal itu dikarenakan Dewan Kebudayaan harus memiliki kewewenang penuh dalam menjalankan tugasnya yaitu memajukan kebudayaan dan menjadikan kebudayaan sebagai strategi pembangunan masyarakat.</span><br /><span class="”fullpost”">Dewan Kebudayaan sangat diperlukan untuk menginventarisir produk kebudayaan, seperti seni, alat, kain, tata kota, hak atas tanah dan lain-lain. Dari inventarisasi itulah, Dewan Kebudayaan akan merumuskannya menjadi kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah. Dengan demikian, kebudayaan daerah akan terus hidup.</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6otDVSYNyhRkg7y5JUeq6G02T8LvhvTrC_ZCM6383NoL3QrCxrvsK2eosACvl9ABmHYp1OVfJEK4Zb14jw3w9AlvJGZqudy_cwj7JHQiGyoyUDVYac_gD_bKMg7dVv_4s4nInstraK-md/s1600-h/TUKUS2+copy.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 196px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6otDVSYNyhRkg7y5JUeq6G02T8LvhvTrC_ZCM6383NoL3QrCxrvsK2eosACvl9ABmHYp1OVfJEK4Zb14jw3w9AlvJGZqudy_cwj7JHQiGyoyUDVYac_gD_bKMg7dVv_4s4nInstraK-md/s320/TUKUS2+copy.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279246305573803778" border="0" /></a><span class="”fullpost”">Siapakah yang perlu/harus duduk di Dewan Kebudayaan? Seperti diuraikan di atas, bahwa masyarakat adat merujuk pada Kerajaan-kerajaan Nusantara yang eksistensinya diakui oleh Negara. Bentuk pengakuan eksistensi tersebut harus dikonkretkan, yaitu dengan menyerahkan Dewan Kebudayaan pada keluarga Kerajaan Nusantara. Dengan kata lain, dalam kehidupan negara modern, maka harus dikompromikan antara pemerintah dengan kepala adat (Raja Nusantara). Kepala Daerah dan DPRD tidak dapat mengabaikan masukan pemimpin budaya/adat yang berada di Dewan Kebudayaan, dalam setiap pengambilan keputusan. Bahkan bila dimungkinkan, Dewan Kebudayaan memiliki hak veto atas rencana pembangunan pemerintah daerah, bila rencana itu dikhawatirkan dapat menghambat kebudayaan daerah, atau bertentangan dengan nilai-nilai luhur masyarakat adat di daerah bersangkutan.</span><br /></div><span class="”fullpost”"><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-32301243188849278442008-12-11T20:59:00.000-08:002008-12-13T04:47:05.571-08:00Perlengkapan Adat<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Keagungan tradisi masyarakat adat Kepaksian Pernong sebagai bagian tak terpisahkan dari Paksi Pak Sekala Beghak, dilengkapi pula dengan simbol-simbol kebesaran Sai Batin/Sultan dan tahtanya. Salah satu simbol kebesaran itu diwujudkan dalam bentuk alat dan peralatan upacara adat sehari-hari maupun dalam upacara adat kebesaran. </span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwF_c8ZUvmRZxiMlDGk-JbJSbspLZ2dl44qfk4lWpwijhsOAY7WyamAaC0r9-4I0aXAtSFim20bSvw2seiEIbZ6-KZk56ORjUXB7n2O0NToRmj6uAnym0NtBVLNzWpZDEOJTNVIxGL6tN4/s1600-h/PAYUNG+KUNING.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 237px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwF_c8ZUvmRZxiMlDGk-JbJSbspLZ2dl44qfk4lWpwijhsOAY7WyamAaC0r9-4I0aXAtSFim20bSvw2seiEIbZ6-KZk56ORjUXB7n2O0NToRmj6uAnym0NtBVLNzWpZDEOJTNVIxGL6tN4/s320/PAYUNG+KUNING.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278491399810431650" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;"><br />Payung Agung</span></span><br /><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Payung Agung, salah satu tanda keagungan </span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">dan kebesaran Sai Batin sebagai pengayom masyarakat yang dipimpinnya. Sampai </span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">dengan masa Sai Batin Pangeran Suhaimi, payung agung hanya dikenakan Sultan/Sai Batin. Payung Agung Sai Batin dapat berwarna apa saja, kecuali warna hijau.</span><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Payung Agung selalu dikembangkan menyertai l</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">angkah Sai Batin. Apabila Sai Batin berkunjung ke Jukkuan maka payung agung dikembangkan guna memayungi pada saat proses arak-arakan. Apabila Sai Batin masuk ke da</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">lam rumah/ruang perhelatan Jukkuan yang sedang nayuh maka payung agung tetap dikembangkan di belakang tempat duduk Sai Batin.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Apabila Sai Batin tidak bisa hadir sendiri dan mengirim utusan, ma</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">ka yang ditegakkan di depan rumah tetapi tidak dikembangkan (dibiarkan kuncup) ada</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">lah Payung Songsong Kuning, tanda bahwa utusan Sai Batin yang hadir di dalam rumah empunya hajat. Begitupun saat prosesi arak-arakan, payung songsong kuning tetap ditampilkan mengiring disamping wakil Sai Batin tetapi tidak dikembangkan. Utusan yang mewakili Sai Batin tetap dipayungi dengan payung lain warna hijau. Sementara songsong kuning Sai Batin tetap ikut diarak dalam keadaan tidak mengembang (</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">kuncup).</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Namun sejak tahun 1950 mulai ada Kepala Jukku yang membuat payung agung. Maksudnya, agar setiap kali Sai Batin memenuhi permohonan masyarakat hadir di Jukkuannya, payung agung sudah tersedia. Perkembangan berikutnya agak menyimpang, payung agun</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">g itu juga digunakan sebagai payung kebesaran Jukkuan. Pangeran Edward melihat kenyataan itu dan akhirnya dengan penuh kearifan, memutuskan setiap Jukkuan memperol</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">eh anugerah perkenan pemakaian payung agung Sai Batin. Hanya payung agung Jukkuan harus berwarna hijau. Payung Jukkuan ini disebut Payung Kanggal. “Kalau itu mampu menimbulkan kebanggaan identitas diri kelompok mereka, simbol adat itu akan menjadi punya manfaat. Jukkuan bisa memiliki payung sendiri yang berbeda d</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">engan payung agung Sai Batin.”</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Payung Kanggal Jukkuan berwarna hijau. Selain payung agung warna hijau, adalah warna payung agung Sai Batin. Dalam rangka memperkuat keputusannya ini, Pangeran Edward selaku Sai Batin pun telah menyerahkan sejumlah da</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">na kepada Raja Pemuka Dalom Kuta Besi untuk membuat tiga buah Payung Kanggal yang dapat digunakan oleh Jukkuan sebelum tiap-tiap Jukkuan mampu membuat Payung Kanggal sendiri.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Jukkuan juga diperkenankan memiliki Payung Kanggal lebih dari satu. Bahkan boleh digunakan secara sekaligus dalam upacara nayuh – tayuhan. Hal ini untuk mengatasi apabila Mulli Jukuan Baya dipayungi dan Mulli Jukkuan Kuwakhi juga dipayun</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">gi. Kedua-duanya boleh dipayungi oleh anak buah masing-masing. Juga apabila ada Jukkuan hasil pemekaran. Arak-arakan dalam upacara nayuh pemekar</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">an Jukkuan</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"> ini, Mulli Jukkuan Pakkal (asal) dan Mulli Jukuan yang nayuh (pemegang Jukkuan baru) sama-sama dipayungi. Hanya, hal tersebut dapat dilakukan apabila Sai Batin atau yang mewakili tidak hadir dalam arak-arakan upacara Tayuhan Jukkuan.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Payung Agung Sai Batin dan Payung Kanggal ini memiliki bentuk yang khas dengan penutup kain bersulam manik-manik warna mencolok dan mengkilat. Tang</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">kai payung panjang bersaput kain warna mencolok, ata</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">p berbentuk lingkaran dengan jeruji anyam ke arah as tiang penyangga. Tepian ujung lingkaran atap payung berhias rumbai aneka warna yang menjuntai dan bersinaran apabila tertimpa cahaya.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Lalamak, Titi Ku</span></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">ya, Jambat Agung</span></span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2FfrKXoQ_bm49icdX5bNeDvckILzPf5MstqhPU9JH_lFS8ufKvRN5iPzqSsMWWpkmxQ9ZUbxGh0E_BRXkUdEe7Xt95vf_BGCZaobAcOqSD2XnR6gwUmyEtyk_457Dib8ZXvoaYJI7ipw7/s1600-h/lalamak.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 300px; height: 179px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2FfrKXoQ_bm49icdX5bNeDvckILzPf5MstqhPU9JH_lFS8ufKvRN5iPzqSsMWWpkmxQ9ZUbxGh0E_BRXkUdEe7Xt95vf_BGCZaobAcOqSD2XnR6gwUmyEtyk_457Dib8ZXvoaYJI7ipw7/s320/lalamak.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278491743011729314" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Lalamak, berupa tikar anyaman daun pandan yang dialas kain panjang dengan dijahitkan. Sedangkan Titi Kuya adalah talam terbuat dari kuningan. Talam ini diletakkan di atas lalamak. Setiap lembar lalamak ditempatkan dua titi kuya. Jambat Agung adalah selendang tuha atau angguk khusus segi empat yang diletakkan di atas titi kuya. Ketiga peralatan upacara adat ini berfungsi sebagai satu kesatuan dalam menyediakan titian atau alas menapak Sai Batin pada saat berjalan memasuki tempat perhelatan setelah selesai upacara arak-arakan.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Ketiga alat menjadi satu paket rangkaian, dan biasanya disiapkan lebih dari satu paket sambung sinambung. Tiap alat dipegang </span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">sambung menyambung oleh perempuan-perempuan berpasangan, berjajar dan duduk bersimpuh di permukaan tanah. Lalamak-Titi Kuya-Jambat Agung satu rangkaian padu alas langkah Sai Batin. Setelah Sai Batin m</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">enapakkan langkah kakinya di atas lapisan tiga alat tersebut, maka perempuan pemegang</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">nya harus membawa alatnya menyambung ke arah depan Sai Batin melangkah. Jangan sampai telapak kaki Sai Batin langsung menginjak tanah sampai dengan tempat duduknya.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Lalamak, Titi Kuya, dan Jambat Agung adalah gambaran kesetiaan, pengabdian sekaligus kasih sayang masyarakat adat Kepaksian Pernong terhadap Sai Batinnya.</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTaD_696ACMzZjycHQRR2UNpoVLk1o9oF747yEAeoGJg3o3nHpFy9bYWtEIWg6iv0S7-ROC9xn97-tck2hhQ2v9BzYxGj89gSUkiA3yycuaxCEv_0WqOxQK1Ocf0WBoVohQu7TJ9zNOAJn/s1600-h/jalan+di+lalamak.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 278px; height: 217px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTaD_696ACMzZjycHQRR2UNpoVLk1o9oF747yEAeoGJg3o3nHpFy9bYWtEIWg6iv0S7-ROC9xn97-tck2hhQ2v9BzYxGj89gSUkiA3yycuaxCEv_0WqOxQK1Ocf0WBoVohQu7TJ9zNOAJn/s320/jalan+di+lalamak.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278491754646979026" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">D</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">alam pedoman pemakaian Lalamak yang ditulis H. Ibnu Hadjar gelar Raja Sempurna disebutkan, Lalamak diletakkan berbaris 4-6 lembar di jalan dengan kain panjangnya di atas. Di atas Lalamak diletakkan Titi Kuya masing-masing dua buah. Di atas Titi Kuya dibentangkan Jambat Agung berupa Selendang Tuha. Namun, apabila Jambat Agung kain angguk segi empat seukuran Titi Kuya maka tiap-tiap Titi Kuya diletakkan satu lembar dan tidak lagi dibentangkan selendang tuha (yang panjang).</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Rangkaian Lalamak ini dipasang bila Sai Batin mulai berjalan dalam arak-arakan dengan tanda momentum pada saat Sai Batin memasuki Awan Geminsir, Lalamak dipasang. Atau sewaktu Sai Batin keluar dari Awan Geminsir, Lalamak dibentangkan.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Perempuan pembawa Lalamak, Titi Kuya dan, Jambat Agung ditugaskan kepada nabbai ni sekedau tayuhan dipilih yang masih muda, lincah, sopan, dan penuh disiplin. Mereka harus bukan perempuan sembarangan.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Pada saat kaki Sai Batin menginjak, para pemegang wajib tetap me</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">megang alat tersebut, dilarang ditarik sebelum kaki Sai Batin lewat. Karena salah satu tanda kebesaran dan keagungan Sai Batin terletak pada saat kakinya menginjak lalamak. Setelah kaki Sai Batin lewat (ngejapang) baru diangkat dan dibawa berpindah ke posisi berikutnya.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Penattap Imbukh Tongkat Sangga Baya</span></span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Tongkat Sangga Baya dikenal sebagai Penattap Imbukh. Di Kepaksian Pernon</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">g tidak dikenal Penattap Imbukh Jukkuan. Tongkat Sangga Baya ini berfungsi sebagai penujuk arah perjalanan. Tongkat ini salah satu tanda kebesaran Sai Batin dan hanya dipakai dalam prosesi arak-arakan Paksi. Hanya Sai Batin yang boleh menggunakan Penattap Imbukh karena alat kebesaran ini mempunyai sejarah panjang yang sangat khusus.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Alat dan Peralatan di Rumah Upacara Nayuh</span></span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Kehadiran Sai Batin dalam Tayuhan Jukkuan Paksi pada saat Upacara Penattahan Adok merupakan kehormatan dan penghargaan bagi Jukkuan. Apabila Sai Batin hadir, selain alat-alat prosesi adat juga disiapkan alat dan perlengkapan di ruma</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">h atau lokasi Upacara Tayuhan.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Alat-alat yang disiapkan di rumah itu antara lain :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(1) Laluhukh Bejutai;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(2) Kelambu sekurang-kurangnya 5 lapis sampai tak terbatas;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(3) Kasur sekurang-kurangnya 5 taka (lapis) sampai tak terbatas;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(4) Battal Agung atau bantal besar sebanyak 10-12 buah;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(5) Lalangsi minimal 5 buah;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(6) Lappit Pesikhihan sebanyak 2 lembar.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Caccanan</span></span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Caccanan atau alat pegang-pakai. Caccanan ni Jukkuan Paksi, alat pegang-pakai yang dianugerahkan oleh Sai Batin kepada Jukkuan Paksi. Setiap Jukkuan Paksi mendapat kehormatan untuk naccan (memegang – memakai) alat kebesaran Sai Batin. Penyerahan alat kebesaran Sai Batin tersebut bukan atas dasar senang tidak senang; atau besar kecilnya Jukkuan. Caccanan tersebut ditugaskan kepada Jukkuan untuk dipegangpakai pada saat upacara adat, didasarkan pada pertimbangan :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(1) Aspek historis Jukkuan;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(2) Jasa Jukkuan terhadap Kepaksian Pernong dan Sai Batin terdahulu;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(3) Alat-alat tertentu, seperti Tanduan, dipegang oleh Jukkuan ya</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">ng masih mempunyai kedekatan hubungan darah dengan Sai Batin.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">H. Ibnu Hadjar gelar Raja Sempurna menggarisbawahi pentingnya penelitian lanjut perihal Caccanan Ni Jukkuan Paksi agar diperoleh gambaran yang jelas tentang distribusi caccanan ini kepada yang berhak.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Pangeran Edward sendiri menengarai, alat-alat kebesaran Sai Batin dipegang atau dipakai oleh orang-orang yang secara turun temurun bertugas memegang atau memakai alat tersebut. “Bagi mereka ini kebanggaan dan kehormatan, bahkan merupakan bagian dari identitas diri mereka. Tugas ini mereka emban dan pertahankan sebaik-baiknya. Mereka pantang menyerah menjalankan tugasnya. Mereka mempertaruhkan kehorm</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">atannya untuk setia mengemban tugas tersebut,” papar Pangeran Edward.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Pangeran Edward bersama tua-tua Jukku dan sesepuh adat Paksi Pak Buay </span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Pernong Sekala Beghak telah menelusur problem dalam masalah Jukkuan Penyaccan alat kebesaran Sai Batin. Hasil kajian atas data dan tuturan para tetua adat itu kemudian oleh Pangeran Edward gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi dirumuskan dalam Surat Keputusan Sai Batin Nomor 229/SK/IX/91 tanggal 20 September 1991 tentang Penetapan Urut-urutan Alat Kebesaran Sai Batin dan Pemegangnya di Lingkungan Kepaksian Pernong, Paksi Pak Sekala Beghak.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Tahun 2006, telah diterbiktan Surat Keputusan Sai Batin yang baru mengenai hal-hal yang berkait dengan arak-arak (prosesi) adat (Sai Batin Lapah). Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Di antara alat dan peralatan yang nantinya terlibat dalam arak-arak proses</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">i adat (Sai Batin Lapah) menurut SK 1991 tersebut adalah :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">1. Pedang Pangeran Ringgau, yang menunjukkan kebesaran dan kemahsyuran Pangeran Ringgau pada zamannya.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2. Penattap Imbukh, dengan cicca-nya (motto) yang terkenal: Kumaw Nginum Khan Demi Sai Batin. Sejak dulu Jukkuan Kagungan Batin Pekon Awi selalu setia kepada Sai Batin dan rela menyabung nyawa untuk Sai Batin.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">3. Sepasang Pedang Naga</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">4. Empat pedang tercabut sebagai pengawal terdekat Sai Batin saat prosesi adat.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">5. Empat tombak tercabut sebagai pengawal Sai Batin saat prosesi.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">6. Tombak pendek sebanyak 6 bilah.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">7. Tombak panjang sebanyak 2 buah</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">8. Pedang dan tombak Sandang Mardeheka</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">9. Pedang tidak tercabut sebanyak 24 bilah.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">10. Tombak tidak tercabut sebanyak 24 bilah</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">11. Pepanji sebanyak 12 lembar ditambah dengan Pepanji lama sebanyak 24 lembar.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">12. Sepasang trisula.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">13. Gamolan (gamelan) dan Hadrah (tim rebana)</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">14. Kekhis Penggawa 1 bilah</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">15. Pedang Penggawa 1 bilah</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">16. Awan Geminsir</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">17. Payung Agung 2 buah</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">18. Payung Songsong Kuning (diiring tongkat dan pedang Pangeran Ringgau)</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">19. Payung Khenoh 2 buah</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">20. Lampit Pesikhihan 2 lembar</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">21. Lelamak 6 – 8 lembar dengan Titi Kuya dan Jambat Agung</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">22. Tim Tari Pedang Semang Begayut</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">23. Dielu-elukan oleh Terakot-Kekati sebanyak 72 penari (Terakot : 24 perempuan penari kipas; 12 gadis penari pedang; 12 pemuda penari pedang; dan Keketi : 24 gadis penari tanpa kipas).</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Busana</span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizCmyrGeGWFVoN9TkdVXg-FcCbEm6VHgO2UQ8vky-WDoIVX1kAi7kkS8jsN1Vx7C2kzijwC7eHyGjXNcrNaqWd1ks7StcM9lazg8dHGtk7ewT0VUmjPCjRZDus5Qnp1kW6-Yd3f6a2Dp7d/s1600-h/raja.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 127px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizCmyrGeGWFVoN9TkdVXg-FcCbEm6VHgO2UQ8vky-WDoIVX1kAi7kkS8jsN1Vx7C2kzijwC7eHyGjXNcrNaqWd1ks7StcM9lazg8dHGtk7ewT0VUmjPCjRZDus5Qnp1kW6-Yd3f6a2Dp7d/s320/raja.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278514106985435106" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Sebagaimana dalam masyarakat adat, Kepaksian Pernong juga membuat pengaturan mengenai pakaian adat. Pakaian adat kebesaran Sai Batin dan Ratu telah diatur dengan jelas dan turun temurun serta disesuaikan dengan perkembangan zaman. Demikian pula busana adat para Raja Jukkuan dan peringkat kedudukan seterusnya hingga posisi terbawah, termasuk busana masyarakat adat. Meski demikian, di antara pakaian-pakaian utama itu, sejumlah kreasi dapat saja dilakukan oleh pemakainya. Seperti ketika ditany</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">akan perihal ekor dalam tukkus (kopiah – penutup kepala) yang dikenakan para Raja Jukkuan yang berbeda-beda bentuknya, Pangeran Edward hanya tersenyum dan menjawab, “Yang begitu itu aksi mereka, kreasi saja. Yang penting, prinsip dasarnya tidak dilanggar.”</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">1. Baju Jas</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg50o1VFEQo9S5OenaPYxFhwl0hIMzi7vzoSMZeoXbIGIsQvE0G6K-_efYCVUTd-HXc1RWNsxtQV4w5Gz8b9j4urWpH15Iysf8NmXmqW4G_zjj8PdmZ1SVpEukwxiIkYxy-WQp23G5djiR9/s1600-h/JAS+copy.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 206px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg50o1VFEQo9S5OenaPYxFhwl0hIMzi7vzoSMZeoXbIGIsQvE0G6K-_efYCVUTd-HXc1RWNsxtQV4w5Gz8b9j4urWpH15Iysf8NmXmqW4G_zjj8PdmZ1SVpEukwxiIkYxy-WQp23G5djiR9/s320/JAS+copy.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278514111767746050" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Baju adat berupa Jas (laki-laki) berupa jas tutup dengan kancing khusus. Warna kain hitam atau biru tua coklat tua. Semua masyarakat adat dapat menggunakan busana adat jas tutup ini. Beda penggunaan karena kedudukan (jenjang gelar) ditandai pada tukkus (penutup kepala) dan lipatan kain sarung yang dibalutkan di pinggang secara serong, bagian lipatan lancip di sisi pinggang hingga pertengahan paha.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2. Serong Gantung dan Sarung Gantung</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.1 Serong Gantung di Kiri : mutlak hanya dikenakan oleh Sai Batin atau anak tertua laki-laki dari Sai Batin (putra mahkota). Dalam satu generasi Sai Batin hanya ada seorang yang mengenakan busana adat dengan kain serong gantung kiri.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.2 Serong Gantung Kanan : sebenarnya pengenaan kain serong gantung kanan hanya diperuntukkan bagi masyarakat adat bergelar Raja dan Batin. Sampai saat ini, semua lapisan masyarakat adat menggunakan serong gantung kanan. Untuk itu, kini telah diterbitkan ketentuan penggunaan kain serong gantung kanan sebagai berikut:</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.3.1 Serong Gantung Kanan: sarung yang dipakai ujung sarung bagian bawah dinaikkan sedikit serong ke kanan tetapi tidak terlalu tinggi. Sarung gantung kanan ini dikenakan mereka yang bergelar Radin, Minak, Kemas, dan Mas.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.3.2 Serong Babakh Atung : sarung yang dikenakan setengah tiang, bagian bawahnya lurus dengan posisi sedikit di bawah lutut. Sama persis dengan sarung gantung Melayu. Pemakainya seluruh masyarakat adat Kepaksian Pernong yang belum mendapat anugerah gelar dari Sai Batin. Kain ini biasanya berupa kain tapis, kain tradisional adat Lampung. Sering pula disebut sebagai kain buppak.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">3. Tukkus</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Tukkus adalah penutup kepala semacam kopiah, yang bentuknya khas Lampung. Terbuat dari kain songket. Dijahit dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai gajah bergaya – berlagak dengan belalainya. (Menyungsung Roma).</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Dalam busana adat Kepaksian Pernong ada dua macam tukkus.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(1) Tukkus dengan “belalai dan tidak berekor”. Tukkus ini mutlak hanya dipakai oleh Sai Batin.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(2) Tukkus “berbelalai sekaligus berekor” yang dipakai oleh mereka yang beradok Raja dan Batin. Bentuk belalai dan ekor, bisa dikreasikan seindah mungkin.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Anggota masyarakat adat yang bergelar Radin ke bewah serta mereka yang belum mendapatkan anugerah gelar dari Sai Batin, cukup mengenakan kopiah biasa. Namun, apabila mereka ini mendapat tugas khusus, misalnya membacakan penattahan adok (SK penganugerahan gelar), yang bersangkutan atas perintah Sai Batin dapat saja mengenakan takkus.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Upacara dalam Kesatuan Proses Kehidupan</span></span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Upacara adat dalam masyarakat Sai Batin Kepaksian Pernong, tidak terpisahkan dengan proses kehidupan sehari-hari. Artinya, upacara selalu terkait dengan tahapan-tahapan kehidupan. Tidak dijumpai upacara yang berkait dengan hari-hari peringatan tertentu, hari-hari besar tertentu. Upacara adat terkait kehamilan, kelahiran, khitan, pernikahan, dan kematian. Upacara pemberian gelar pun kebanyakan dikaitkan dengan perhelatan suatu keluarga dalam koordinasi para Kepala Jukkuan. Apabila Sultan dan Ratu datang langsung atau mengirim utusan, maka akan ada upacara penyambutan melalui tradisi penghormatan tertentu. Semua upacara itu telah memiliki baku tatacara yang lengkap.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Penattahan Adok dan Nayuh</span></span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Salah satu upacara yang cukup penting dalam masyarakat adat Kepaksian Pernong adalah Upacara Pemberian Gelar atau Penattahan Adok. Proses Penattahan Adok dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya sebuah pesta perkawinan (nayuh) yang diselenggarakan oleh salah satu Jukkuan dalam Kepaksian Pernong. Prosesi puncak berada di tengah acara resmi nayuh dan disaksikan oleh para Raja Kepala Jukku dari Jukkuan Kappung Batin maupun Jukkuan lain dalam Kepaksian Pernong. Kehadiran Sai Batin dalam Penattahan Adok ini sangat diharapkan, baik oleh yang sedang punya hajat nayuh maupun masyarakat adat Kepaksian Pernong. Kehadiran Sai Batin di tengah mereka dianggap sebagai anugerah.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Urutan acara pada Upacara Penattahan Adok, Pangeran Edward menyebut secara garis besar:</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(1) Pembacaan Surat Keputusan Sai Batin yang berisi ketetapan gelar dibacakan oleh Pemapah Dalom atau salah seorang Raja Jukkuan Kappung Batin yang ditunjuk. Dilanjutkan pembacaan nama dan gelar yang akan dianugerahkan.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(2) Petugas Penattah membaca nama dan gelar yang diberikan disertai Penabuh Canang, yang bertugas memukul canang pada saat-saat tertentu dalam rangkaian pengumuman nama dan gelar.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Mereka ini terus didampingi Pembaca SK Sai Batin dan seorang Raja Jukkuan dari dusun yang sedang menyelenggarakan Tayuhan sebagai saksi.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Petugas Penattahan Adok ini berpakaian adat lengkap: tukkus, jas tutup, serong gantung kanan, kain buppak, dan keris serta seperangkat canang.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Tata urutan Penattahan Adok secara garis besar adalah sebagai berikut: Petugas Penattahan Adok menghadap Sai Batin atau yang mewakili untuk minta izin dan perkenan guna mulai menjalankan tugasnya. Petugas duduk dengan posisi Hejong Sumbah, duduk di atas dua kaki yang dilipat di belakang sedangkan badan berada di atas kaki kiri, bukan di atas lantai.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Setelah duduk, petugas terlebih dahulu meletakkan keris pusaka yang dibawanya, letak pangkal (tangkai) keris ke arah Sai Batin. Setelah meletakkan keris, petugas baru melakukan penghormatan kepada Sai Batin dengan mengangkat ke atas kepala kedua belah telapak tangan dirapatkan/ditangkupkan. Selesai menghaturkan sembah. petugas penattah menyampaikan maksudnya dan melaporkan tugasnya. Setelah mendapat jawaban dan perintah Sai Batin, petugas kembali memberi sembah. Petugas penattah adok segera menuju tempat upacara.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Canang dipukul. Petugas penattah mulai berbicara di depan hadirin. Ia menyampaikan salam kepada Sai Batin dan hadirin dengan bahasa yang khusus. (Butattah). Materi yang harus disampaikan dalam butattah :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(1) salam dan tangguhan atau alasan keberadaannya selaku petugas petattah;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(2) kilas balik sejarah kebesaran Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak dalam memimpin warga dan kabuayannya;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(3) memperkenalkan Jukkuan yang mengadakan hajatan dan figur para calon penerima gelar;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(4) pelaksanaan pemberian gelar disertai harapan agar adok yang diberikan selalu dipakai dalam penyebutan hari-hari berikutnya;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(5) salam dan pamit kepada Sai Batin dan hadirin. Selesai langsung kembali menghadap Sai Batin, menghatur sembah, melapor bahwa telah selesai menjalankan tugas, dan setelah mendapat perkenan Sai Batin petugas kembali ke tempat semula. Proses Pentattahan Adok berakhir. Dilanjutkan acara lain-lain.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Urutan Prosesi</span></span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Adat tradisi proses penyambutan Sai Batin dalam Tayuhan Jukkuan telah turun temurun dilakukan. Telah pula terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Terakhir, Sai Batin telah menetapkan urutan prosesi secara lengkap sebagai berikut :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Seperti halnya Penyambutan Sai Batin pada Tayuhan Jukkuan Gemutukh Agung Kageringan, pada tanggal 7 Oktober 2003. Sai Batin Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi memerintahkan pada Jumat, 3 Oktober 2003 bahwa urutan upacara tersebut ditentukan urutan-urutannya. Raja Sempurna dan Raja Mega menerima perintah dimaksud. Dalam catatan Raja Sempurna, prosesi arak-arakan meliputi :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">1. Sai Batin menunjuk Raja Alamsyah II Suka Rajin Kageringan sebagai Pepatih Arak-arakan.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2. Urutan Arak-arakan :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.1 Sebelum Sai Batin tiba di lokasi, seluruh yang terlibat harus sudah siap di lokasi.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.2 Saat Sai Batin tiba di lokasi disambut oleh :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.2.1 Pepatih Arak-arakan</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.2.2 Payung Songsong Kuning dipegang oleh Jukkuan Kekhatun</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.2.3 Pembawa Pedang, 4 bilah.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.2.4 Pembawa Tombak, 4 bilah</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.2.5 Kebayan</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Payung Songsong Kuning, Parajurit Pedang, Prajurit Tombak, Pepatih Arak-arakan dan Kabayan mengiring Sai Batin dari sejak turun dari mobil hingga masuk ke Awan Geminsir.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Di kiri kanan Awan Geminsir telah berbaris Mulli Meranai Margaan mendampingi Mulli Batin seluruh Jukkuan Marga.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.3 Sai Batin memasuki Awan Geminsir</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Alat kebesaran Sai Batin semua berada di posisi masing-masing. Kabayan, Mulli Batin Jukkuan berikut Mulli Meranai lainnya serta Babbay berjalan mengikuti Awan Geminsir.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.4 Setelah dilaksanakan Tari Pedang Samang Begayut. Arak-arakan bergerak berjalan. Sai Batin berjalan dalam Awan Gemisir tanpa Lalamak</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.5 Sambil terus berjalan, prosesi menyajikan gerak tarian, bunyi-bunyian yang meliputi : (1) Terakot – Kekakti; (2) Pencak Silat; (3) Gamelan ditabuh; (4) Hadrah (rebana) dimainkan; (5) Muli Meranai dan Babbay Pantun.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.6 Di titik tempat yang ditetapkan, arak-arakan berhenti. Disajikan Tarian Pedang Semang Begayut, para pemikul mengangkat tinggi-tinggi Awan Gemisir dan Sai Batin keluar dari dalamnya. Langsung Sai Batin berjalan di atas Lalamak yang disediakan khusus baginya. Sai Batin berjalan di atas Lalamak sampai dengan Kelasa. Pada saat itu, Sai Batin diiring oleh :</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(1) 4 prajurit berpedang;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(2) 4 prajurit bertombak;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(3) payung songsong kuning;</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">(4) Kebayan.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.7 Perangkat Arak-arakan dikumpulkan di satu tempat. Bujang Gadis dan Babbai Buar menuju tempat yang disediakan.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.8 Pada saat Sai Batin keluar dari Awan Geminsir, melewati Lalamak, menuju Kalasa disambut oleh barisan Raja-raja Jukkuan Marga berpakaian adat kebesaran dan memberi salam adat. Salam adat, kedua telapak tangan diangkat bersama di atas kening. Sai Batin membalas dengan meletakkan telapak tangan kanan di dadanya. Jadi, tidak bersalaman. Di ujung barisan Raja-raja Jukkuan berdiri para Haji dari seluruh Marga berpakaian gamis.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.9 Sai Batin memasuki Kelasa. Tetap diiring Payung Songsong Kuning dan pengawalnya sampai di tempat duduk. Payung dan Pengawal berposisi di belakang Sai Batin duduk.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">2.10 Setelah Sai Batin duduk di Kelasa, seluruh hadirin duduk. Acara siap dimulai. Diawali Tangguhan kepada Sai Batin oleh yang mewakili Jukkuan Gemuttukh Agung. Setelah selesai Tangguhan, acara resmi dimulai dipandu oleh Pembawa Acara.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Seterusnya, acara penattahan berlangsung.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Biasanya juga dapat ditambah dengan barisan kehormatan berjumlah 48 orang (24 laki-laki dan 24 perempuan) memakai pakaian teluk belanga, sarung gantung ala Melayu dilengkapi dengan selempang khusus, ikat kepala merah, ikat pinggang warna merah. Pria mengenakan topi model Topi Belulang dilengkapi perisai dari rotan.</span><br /><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Pusaka-pusaka Istana dan Pusaka Pribadi</span></span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Suatu ketika, Pangeran Edward memperlihatkan sebuah tongkat komando yang cukup panjang. Sekitar 60 cm. Terbuat dari kayu dan terlihat coklat tua mengkilap. Sebagaimana layaknya tongkat komando, memanjang lebih besar sedikit dari ibu jari tangan orang dewasa. Tampak seperti tongkat komando biasa. Tetapi ketika diperhatikan dengan seksama, di sepanjang permukaan tongkat komando terdapat goresan-goresan lembut yang berupa tulisan dalam huruf dan bahasa Lampung. Untuk membacanya, perlu dibersihkan dengan cara dilap menggunakan kain halus secara perlahan dan terus menerus. Setelah itu, ke atas permukaannya diusap-usapkan tepung beras putih. Setelah merata pada bagian yang terdapat lekukan garis huruf akan terisi tepung halus dan permukaan tanpa lekukan akan tetap coklat. Karenanya guratan dan goresan huruf itu bisa terbaca. Konon, berisi pesan-pesan penting dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin. Tongkat ini peninggalan para Sai Batin terdahulu dan tersimpan dengan baik sampai saat ini.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Disamping keris Istinjak Darah, seperti telah diceritakan pada bagian terdahulu, Kepaksian Pernong juga memiliki begitu banyak keris, tombak, dan pedang. Dalam ingatan Pangeran Edward, disamping sejumlah keris pusaka yang tersimpan rapih, kakeknya pernah memperlihatkan begitu banyak keris tanpa penutup, tanpa tangkai pegangan. Besi-besi keris itu teronggok begitu saja di kotak-kotak kayu. Pangeran Edward kemudian membersihkan dan memperbaiki, melengkapi keris-keris itu. Kini, sebagian dari keris itu sudah diberi sarung dan tangkai yang bagus. Beberapa di antaranya telah dianugerahkan kepada sejumlah Raja Jukkuan, para Penggawa dan orang-orang yang dipandang pantas.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Pangeran Edward sendiri menerima warisan keris pusaka keluarga turun temurun. Semuanya memiliki keelokan dan keindahannya sebagai karya seni budaya bangsa yang sangat tinggi. Semua dipelihara dengan baik oleh Pangeran Edward. Ada keris yang diberi nama Surya Penantang, keris yang berkali-kali dibawa Pangeran Edward ke berbagai kesempatan. “Kami bukan mencari-cari tuah keris. Kami hanya menyimpan dan memeliharanya sebagai simbol warisan nenek moyang. Harta budaya yang tak ternilai harganya,” katanya tentang keris-keris utamanya.</span><br /></div><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-61120668418564433102008-12-11T20:55:00.000-08:002008-12-17T08:21:08.717-08:00Gedung Dalom<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpZFku6cVpOpFyMdFAwdnHrL8YoCR8f5eLl1_Wwuo3kErSWcwU3RXJzPlO-T6Dx5dPpQxZRkqrEywZxU_ygyTk9xTU2uju-YmVF1iaua5L2cnW0uBmyJ9PHV9YVHoJSw9kQ3xwHUgWNEfN/s1600-h/Pembatas+1.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 258px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpZFku6cVpOpFyMdFAwdnHrL8YoCR8f5eLl1_Wwuo3kErSWcwU3RXJzPlO-T6Dx5dPpQxZRkqrEywZxU_ygyTk9xTU2uju-YmVF1iaua5L2cnW0uBmyJ9PHV9YVHoJSw9kQ3xwHUgWNEfN/s320/Pembatas+1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278510806709905618" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Seperti layaknya sebuah kerajaan, Kepaksian Pernong juga memiliki istana yang sering disebut Lamban Gedung. Istana itu menempati pekarangan yang tidak terlalu luas, nyaris sama ukurannya dengan rumah-rumah di sekitarnya. Bentuk bangunannya pun tidak mencolok perbedaannya dengan arsitektur rumah adat setempat. Ini menjadi pertanda, bahwa Sai Batin begitu dekat dengan rakyatnya. Istananya pun tanpa pagar tembok pembatas yang menghalangi pemandangan orang dari luar.</div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3kGs2iDw-wQCpvhJaFRhsGVi8gAKfu7Aeckv9-NgEA9ydM8UdniBKALGlJhzMkdVTQyKmG7wRWZNZMV6OqENPMG9n5PMigGAmKtpEPb-VwaybKiIMR7JtU6DKhqLlMeX-DpTcrWMCE0mI/s1600-h/rumah+adat+1.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3kGs2iDw-wQCpvhJaFRhsGVi8gAKfu7Aeckv9-NgEA9ydM8UdniBKALGlJhzMkdVTQyKmG7wRWZNZMV6OqENPMG9n5PMigGAmKtpEPb-VwaybKiIMR7JtU6DKhqLlMeX-DpTcrWMCE0mI/s320/rumah+adat+1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278510811092159426" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Lamban Gedung Kepaksian Pernong memang punya banyak kelebihan dibanding rumah warga kebanyakan meski sekilas tidak jauh beda. Namun apabila dicermati, ruma</span><span class="”fullpost”">h panggung adat dari kayu itu banyak hal istimewa. Istana itu berbentuk perse</span><span class="”fullpost”">gi empat. Disangga dengan 36 tiang kayu berukuran besar, satu peluk tangan manusia dewasa. Diumpak di permukaan tanah, berjajar lurus baik secara garis lurus silang maupun diagonal. Belah-belah simetris antar tiang dalam garis tegak lurus maupun dalam garis sudut diagonal mengambarkan sebuah jalinan koko</span><span class="”fullpost”">h menyangga bangunan rumah di atasnya.</span><br /><br /><span class="”fullpost”">Demikian pula gelagar kayu utuh yan</span><span class="”fullpost”">g menghubungkan akan tiang sebagai penyangga lantai rumah juga sedemikian kokohnya, sambung menyambung saling “menggigit” menjadi tempat pilar dan papan lantai rumah disemayamkan, tempat menancap rapih tiang-tiang rumah penyangga kerangka atas dan atap. Kayu-k</span><span class="”fullpost”">ayu rangka rumah yang besar, kokoh, dan rapi membuat rumah tampak meyakinkan kekuatannya. “Waktu ada gempa, tiang yang disangga beton semen malah ambles, sementara yang disangga umpak tradisional, selamat,” kata warga setempat bercerita perihal umpak tiang di </span><span class="”fullpost”">permukaan tanah.<br />Lamban Gedung berdinding kayu dengan jendela-jendela lebar, beratapkan s</span><span class="”fullpost”">eng dan tajuk atap memperlihatkan arah ke bentuk joglo yang mengerucut di bubungan atapnya menyatu pada kesatuan puncak. Di puncak atap bertengger mahkota dari kuningan berbentuk khas. Bagian depan terdapat replika atas rumah induk dalam ukuran kecil sebagai pene</span><span class="”fullpost”">duh tangga masuk satu arah untuk kemudian menjadi dua arah masuk ke tataran lantai. Teras rumah ada di sisi kiri dan kanan pada lantai panggung, dibatasi dengan pagar ritmis kayu berukir pula. Pintu masuk ada di tengah dan kanan serta kiri.</span><br /><span class="”fullpost”">Kayu yang melekat pada rangkaian rangka rumah bagian dalam dan luar, diukir dengan aneka ragam jenis ukiran. Beberapa ra</span><span class="”fullpost”">gam ukir di antaranya khas Lampung dengan sulur dan garis tanpa tatahan miring. Sejumlah ukiran di dinding luar atas dan tiang sangga di kolong rumah memperlihatkan ukiran kuno yang langka. Sementara itu pola ukel dan lengkung relung, mirip ukiran dari etnis lainnya di Nusantara. Tiang sangga di sisi-sisi luar, pada bagian tiang sebelah atas diberi asesoris semacam cukit atau siku penyangga atap luar. Biasanya berfungsi juga sebagai penyangga emper rumah. Namun, di Lamban Gedung juluran itu tidak menyangga apa-apa, hanya menjadi penghias bagaikan deformasi belalai gajah.<br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEju1I8COTo7rXrm1QeeIRU5WKK9Y98uQ-2_JZiahBFc2aWI_oBmWYuQPcdDYODjMzxigeFxk-Do295T4yTh-1FMsFvK6zJ34EAdDn3_sDO0kqQXX6JW1cvtb9Ks3kdAF7P-FDpC5J1nyRwc/s1600-h/Rumah+pojok.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEju1I8COTo7rXrm1QeeIRU5WKK9Y98uQ-2_JZiahBFc2aWI_oBmWYuQPcdDYODjMzxigeFxk-Do295T4yTh-1FMsFvK6zJ34EAdDn3_sDO0kqQXX6JW1cvtb9Ks3kdAF7P-FDpC5J1nyRwc/s320/Rumah+pojok.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278510807859632914" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Bagian dalam Lamban Gedung, terdapat satu ruang besar disisi kiri belakang sebagai tempat Sai Batin beristirahat disebut Bilik Kebik. Tak ada yang masuk ke ruang itu kecuali Sai Batin dan Permaisuri atau kerabat yang diizinkan oleh Sai Batin. Di dalam ruangan itu, terdapat pula sejumlah senjata pusaka yang hanya Sai Batin atau Sultan yang berani memindah atau membukanya. Bahkan sewaktu dilakukan renovasi atas atap dan ruangan, senjata pusaka itu tetap pada tempatnya.<br />Di depan pintu Bilik Kebik terdapat pelaminan atau singgasana yang disebut margasana. Alas duduk Sai Batin terdiri atas kasur berlapis-lapis, hiasan dinding, dan langit-langit yang terbuat dari kain beludru warna warni dan manik-manik yang disebut Lelukukh Juttai. Jika Sai Batin memimpin sidang (hippun paksi) akan duduk di situ menghadap ke barat di mana seluruh raja jukkuan duduk bersila menghadap Sai Batin. Hanya Sai Batin dan Raja Jukkuan yang boleh duduk di tempat ini pada saat hippun paksi. Lantai Lamban Gedung ini ada dua trap, pada bagian depan dekat pintu masuk letak lantai lebih rendah sekitar sejengkal. Dalam acara tradisi, lantai rumah ini tanpa kursi, seluruh tamu duduk di bawah di atas karpet atau tikar. Begitupun apabila mereka mendapat jamuan makan dari Sai Batin, maka seluruhanya “lesehan”.<br />Selebihnya, ruangan dalam itu tanpa pembatas dan lantai kayu yang coklat telah dilapisi karpet merah. Seluruh permukaan tiang kayu ruang dalam, seluruh pilar dan belandar yang sambung sinambung dilekati lempeng kayu berukir tanpa dicat, berkesan alami dan dekat dengan suasana sekitar yang serba kayu dan alam masih rimbun menghijau. Dinding tampak coklat tua, tanda kayu tua dan terawat. Sejumlah ukiran memperlihatkan simbol-simbol tertentu namun belum ada yang mencoba untuk membacanya. Saat ini, ruang dalam Lamban Gedung diberi plafon langit-langit dari kayu dengan lekuk dan tataan baris potongan kayu, rapih dan lurus seperti di rumah moderen dimana pada setiap kotak lengkung dipasang satu buah piting lampu listrik. Langit-langit terplafon itu menjadi penutup konstruksi kayu pada kap atap selepas kait-mengkaitnya antar kayu, semenjak dari lantai sampai bagian ring menjelang rangka atap.<br />Di halaman rumah sisi kiri terdapat sebuah bangunan dengan atap melingkar mengerucut, seluruh 8 tiang kecil berdiri pada disi tepi bangunan melingkar pesegi delapan itu. Lantainya berpembatas dan tak ada tiang di tengah. Rumah itu berfungsi sebagai tempat para penggawa yang sedang berdinas dan berjaga. Tempat itu disebut gardu. Di situlah dulu para tamu Sai Batin menyampaikan kepada penggawa tentang maksud kedatangannya.<br />Lamban Gedung adalah salah satu tanda kebesaran Kepaksian Pernong karena rumah ini diwariskan dari para pendahulu dan terus terawat hingga sekarang. Bahkan diceritakan bahwa letak Lamban Gedung pada awalnya sejauh sekitar 15 kilometer dari tempat sekarang berdiri di Batu Brak. Konon, pada waktu memindahkan, rumah itu tidak dicopot atau dibongkar dulu melainkan diangkat ramai-ramai dan dibawa perlahan-pelahan menuju lokasi sekarang. Gempa dan kebakaran pernah menimpa Lamban Gedung, sejumlah kerusakan pernah dialami. Namun Sai Batin dan masyarakatnya terus melestarikannya.<br />Di dalam Lamban Gedung itu banyak hal telah terjadi. Pangeran Suhaimi dan Pangeran Maulana Balyan karena keaktifannya di pemerintahan menjadi pegawai Republik Indonesia, maka tidak lagi banyak tinggal di Lamban Gedung. Meski demikian mereka tetap merawat Lamban Gedung tanpa menempatkan orang khusus untuk itu, karena masyarakat sekitar sudah dengan sendirinya merawatnya. Bagian belakang Lamban Gedung kini juga didirikan bangunan baru yang terpisah dan disatukan dengan Lamban Gedung. Dulu antara rumah belakang dan Lamban Gedung tersela sebuah halaman terbuka. Di sisi kanan belakang dibangun ruangan dapur. Dulu di belakang dapur ini terdapat lumbung bahan pangan.<br />Lamban Gedung yang terletak di Batu Brak, persis di sisi utara jalan menuju ke arah Liwa dari lintas tengah Bandar Lampung – Liwa. Daerah ini berhawa sejuk karena berada di pegunungan lereng Gunung Pesagi. Pada sisi timur Lamban Gedung terdapat sebuah pemakaman para isteri atau permaisuri serta sejumlah Sultan Kepaksian Pernong.<br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPyYehdNxY-eLJg3Mt_hJY_F2scrdw-1CG_tPQpiG3ICRP4GttpqoQVE5LhTsWXlZ7n0fiuTduR2o0dtwsBZcBsT4V8do-iEEklDNGkKs_9_ZzRLYOWYNmXQ_McodIbdE8DeO6Aofnqoi9/s1600-h/makam+siti.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPyYehdNxY-eLJg3Mt_hJY_F2scrdw-1CG_tPQpiG3ICRP4GttpqoQVE5LhTsWXlZ7n0fiuTduR2o0dtwsBZcBsT4V8do-iEEklDNGkKs_9_ZzRLYOWYNmXQ_McodIbdE8DeO6Aofnqoi9/s320/makam+siti.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278559757010764498" border="0" /></a><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeFtrRriSJY7Y7MN7a0gQStV1zefSq-g7bbbxwFQzeeKlGNSPxLtFE5DolXx2Segqre47Tk_QRLk6FFXNgLEVopqMmIPBuTTaXJu3xRUmnkfDkfthkEjaPrL02uQijb0kcEpKP99UAhh-W/s1600-h/makam.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 280px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeFtrRriSJY7Y7MN7a0gQStV1zefSq-g7bbbxwFQzeeKlGNSPxLtFE5DolXx2Segqre47Tk_QRLk6FFXNgLEVopqMmIPBuTTaXJu3xRUmnkfDkfthkEjaPrL02uQijb0kcEpKP99UAhh-W/s320/makam.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278558802336508850" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”"><br />Pada bagian bawah lagi, di tepi sebuah tebing curam dengan mata air jernih sepanjang tahun, terdapat makam tua yang dikabarkan sebagai makam Umpu Selalau Sangun Guru, raja keempat Kepaksian Pernong bersama sejumlah makam lainnya yang ditandai tonggak-tonggak nisan. Pohon rindang meneduhi dan tempat yang terlindung dalam rimbunan semak dengan jalan setapak ke lokasi itu. Makam utama ditandai dengan batu nisan dengan batu krast/kapur keras dengan bentuk dan goresan yang perlu pembacaan lebih lanjut. Goresan itu berupa garis yang sambung dan melintang seperti menyimbulkan sesuatu. Sangat mungkin, goresan itu merupakan deformasi bentuk huruf Lampung yang konon diciptakan oleh para pendiri Paksi Pak Sekala Beghak. Rupanya, banyak hal yang masih harus dibaca dari simbol-simbol kebesaran Kepaksian Pernong.<br /><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-91921965456844036322008-12-11T18:13:00.000-08:002008-12-12T19:23:44.469-08:00Gelar Dalam Kepaksian Pernong<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4Vo252ehPmB8P2GzQ7Q4lABfOgTMqoke46Dv3y2H1c5jiCGypdHWLJXYuT_szfwPYJuWB9qIBwC6hkOkC13jUQsNpq7UgZuw28FztAry-XQVhbWwLZnw_yyE_jL5NX95cGinRqijk0ktP/s1600-h/akhirb+copy.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4Vo252ehPmB8P2GzQ7Q4lABfOgTMqoke46Dv3y2H1c5jiCGypdHWLJXYuT_szfwPYJuWB9qIBwC6hkOkC13jUQsNpq7UgZuw28FztAry-XQVhbWwLZnw_yyE_jL5NX95cGinRqijk0ktP/s320/akhirb+copy.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278573628431546562" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Sumber lisan di Kapaksian Pernong dan juga keterangan tertulis serba ringkas mengenai gelar kebangsawanan dan gelar dalam fungsi adat telah diuraikan Sai Batin, pucuk pimpinan adat Paksi Pak Sekala Beghak. </div><div class="fullpost"><div style="text-align: justify;"><br /><span class="”fullpost”">Dalam adat Paksi Pak Buay Pernong, ada beberapa tingkatan gelar atau adok. Seluruh adok adalah mutlak anugerah dari Sai Batin. Anugerah diberikan atas dasar keturunan (nasab-silsilah) maupun karena jasa besarnya kepada Sai Batin atau Kepaksian Pernong.</span><br /><span class="”fullpost”">Dalam adat Paksi Buay Pernong, gelar adat dalam berbagai tingkatan tidak “diperjualbelikan” melalui cara dan dengan alasan apapun. Kalaupun ada gelar yang dianugerahkan, merupakan mutlak hak prerogatif Sai Batin.</span><br /><span class="”fullpost”">Meski demikian, sebenarnya Sai Batin mengambil keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri dari aspirasi bawah. Para Kepala Jukku berkewajiban menyusun akkat tindih (tingkatan) status anak buah yang akan diberi gelar. Akkat tindih itu kemudian dimusyawarahkan dengan Raja-raja Kappung Batin. Pengusulan pakkal ni adok ini harus menimbang gelar dari ayahnya (lulus kawai); cakak adok (naik tingkatan gelar) dan adanya pemekaran Jukkuan. </span><br /><span class="”fullpost”">Hasil musyawarah diserahkan kepada Sai Batin melalui Pemapah Dalom /Pemapah Paksi untuk dimintakan persetujuan. </span><br /><span class="”fullpost”">Apapun keputusan Sai Batin itulah yang harus diterima.</span><br /><span class="”fullpost”">Dalam adat Kepaksian Pernong, gelar terdiri dari dua atau lebih suku kata yang berpedoman pada Pakkal Ni Adok dan pada Uccuk Ni Adok. Pakkal (pangkal) dari gelar merupakan kata inti dari gelar yang menunjukkan status atau tingkat kedudukan seseorang dalam Tatanan Adat Kepaksian Pernong.</span><br /><span class="”fullpost”">Contohnya, gelar-gelar : Raja, Batin, Radin dan seterusnya. Sedangkan Uccuk (ujung) dari gelar menunjukkan identitas keturunan atau Jukkuan yang bersangkutan. Misalnya : Raja Batin II, artinya berasal dari Jukkuan Lamban Bandung. </span><br /><span class="”fullpost”">Gelar Sultan hanya untuk Sai Batin. Melekat pula pada gelar Sultan adalah Pangeran dan Dalom. Permaisuri Sai Batin, bergelar Ratu. Dalam stratifikasi gelar yang berkait dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat berturut-turut sebagai berikut :</span><br /><br /><br /><div style="text-align: center;"><span class="”fullpost”">SULTAN</span><br /><br /><span class="”fullpost”">RAJA</span><br /><br /><span class="”fullpost”">BATIN</span><br /><br /><span class="”fullpost”">RADIN</span><br /><br /><span class="”fullpost”">MINAK</span><br /><br /><span class="”fullpost”">KEMAS</span><br /><br /><span class="”fullpost”">MAS</span><br /></div><br /><span class="”fullpost”">Gelar tersebut berkaitan dengan status dan kedudukan yang bersangkutan dalam strata kehidupan masyarakat adat Paksi Buay Pernong. Gelar dapat memperlihatkan kedudukannya dalam masyarakat adat dimana ia tinggal. Seorang bergelar Raja, dia mempunyai anak buah yang tertata dalam suatu kelompok masyarakat adat yang disebut Jukku. Raja membawahi beberapa Batin, Radin, Minak, Kimas, Mas, dan seterusnya. Pada jalur perempuan, gelar itu setelah Ratu, adalah Batin-Radin-Minak-Mas-Itton.</span><br /><span class="”fullpost”">Hanya, ada sedikit perbedaan gelar Raja dan gelar-gelar lain yang diberikan kepada keluarga Sai Batin yang tertata dalam Papateh Lamban Gedung, semacam “Sekretariat Negara”. Mereka ini memperoleh gelar karena adanya hubungan darah dengan Sai Batin. Karenanya, tidak membawahi langsung gelar-gelar dibawahnya. Sultan dalam menjalankan fungsinya dibantu oleh Pemapah Dalom, semacam perdana menteri, yang biasanya diangkat dari salah seorang paman atau adik Sultan. Para Pemapah Dalom/Pemapah Paksi bergelar Raja. </span><br /><span class="”fullpost”">Gelar Raja oleh Sai Batin juga dianugerahkan kepada, Kepala Jukku; Putera Kedua Sai Batin; dan Menantu Tertua Laki-laki dari Sai Batin. Kepada menantu perempuan tertua memperoleh gelar Tidak Tudau atau Matudau (anak puteri mengikuti suaminya).</span><br /><span class="”fullpost”">Masyarakat adat terkelompok dalam struktur sebagai berikut:</span><br /><div style="text-align: left;"><span class="”fullpost”">Jukku dipimpin Kepala Jukku bergelar Raja</span><br /><span class="”fullpost”">Sumbai dipimpin Kepala Sumbai bergelar Batin</span><br /><span class="”fullpost”">Kebu dipimpin Kepala Kebu bergelar Radin</span><br /><span class="”fullpost”">Lamban (Keluarga) dipimpin Kepala Keluarga </span><br /><span class="”fullpost”">atau Ghagah.</span><br /></div></div><span class="”fullpost”"><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com35tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-17090560744061243602008-12-11T04:29:00.000-08:002008-12-13T04:44:01.709-08:00Sekala Beghak<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi791M13z-ewMm5P8t5niqBrRw0c-W4FXMuTWdUhKiruo0cLI1U_0YdnJfjebBUcEBO1J9hNvojW8d-m-Mjfnl5YJP2PbWUFL587rPVi0m07zeSQivMYGJ_Bn-LXrc5Qyab3JAXUDtTqdr4/s1600-h/PAYUNG+IJO.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 278px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi791M13z-ewMm5P8t5niqBrRw0c-W4FXMuTWdUhKiruo0cLI1U_0YdnJfjebBUcEBO1J9hNvojW8d-m-Mjfnl5YJP2PbWUFL587rPVi0m07zeSQivMYGJ_Bn-LXrc5Qyab3JAXUDtTqdr4/s320/PAYUNG+IJO.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278575201516217426" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLufl5CdyF6Aaj8wtG1Q-OmFvQLEkUg01aG-OxRHyQw3SD7haKITjzYx4_CKhyphenhyphentkIMfsxXzaf_oMOI83VapL9izxm14-BPWALj9GOsuwv69TYuxj_Por4M5A0K5l78vh4yQj59b7Lu36N-/s1600-h/DSC_7253.JPG"><br /></a><div style="text-align: justify;">Sekala Beghak (biasa ditulis Skala Brak), adalah kawasan yang sampai kini dapat disaksikan warisan peradabannya. Kawasan ini boleh dibilang kawasan yang “sudah hidup” sejak masa pra-sejarah. Batu-batu menhir mensitus dan tersebar di sejumlah titik di Lampung Barat. Bukti, ada tanda kehidupan menyejarah.<br /></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><br /><span class="”fullpost”"> Sebuah batu prasasti di Bunuk Tenuar, Liwa berangka tahun 966 Saka atau tahun 1074 Masehi, menunjukkan ada jejak Hindu di kawasan tersebut. Bahkan di tengah rimba ditemukan bekas parit dan jalan Zaman Hindu. Ada lagi disebut-sebut bahwa Kenali yang dikenal sekarang sebagai ibukota Kecamatan Belunguh, adalah bekas kerajaan bernama “Kendali” dengan “Raja Sapalananlinda” sebagaimana disebut dalam “Kitab Tiongkok Kuno”. Kata “Sapalananlinda” oleh L.C. Westenenk ditafsir sebagai berasal dari kata “Sribaginda” dalam pengucapan dan telinga orang Cina. Jadi bukan nama orang tapi gelar penyebutan. Buku itu konon juga menyebut, bahwa Kendali itu berada di antara Jawa dan Siam-Kamboja. Kitab itu, menyebut angka tahun antara 454 – 464 Masehi. Kitab ini telah disalin ke dalam bahasa Inggris oleh Groenevelt (Wikipedia Indonesi, 2007). </span><br /><span class="”fullpost”"> Meski belum seluru</span><span class="”fullpost”">hnya terbac</span><span class="”fullpost”">a, namun dapat disimpulkan: di situ tercatat suatu peradaban panjang. Suatu kawasan tua yang mencatatkan diri dalam sejarah umat manusia. Di wilayah ini pula pernah berdiri sebuah kerajaan. Ada yan</span><span class="”fullpost”">g menyebut kerajaan tersebut adalah Kerajaan Tulang Bawang, namun bukti-bukti keberadaannya sulit ditemukan. Sedang keyakinan yang terus hidup dan dipertahankan masyarakat khususnya di Lampung Barat serta keturunan mereka yang tersebar hingga seluruh wilayah Sumatera Selatan, menyebutkan Kerajaan Skala Beghak. Pendapat ini juga disokong oleh keberadaan para raja yang bergelar Sai Batin, hingga bukti-bukti bangunan dan alat-alat kebesaran kerajaan, upacara dan seni tradisi yang masih terjaga. Masih banyak bukti lain, namun perlu pembahasan terpisah. </span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg84S8fwFoYBG3X0lXelp5UlAebK5VJ35B2sgTAKmadl8wZKI7SKNdJiDATgWtn3jJdkeCew57sCK-G9nmQ8mY4WY8r6ooz6ddtkY3edgyttHaO-Pxkozz5aJr0Hy8ri4yJOG2HuqsjBdfg/s1600-h/bk.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg84S8fwFoYBG3X0lXelp5UlAebK5VJ35B2sgTAKmadl8wZKI7SKNdJiDATgWtn3jJdkeCew57sCK-G9nmQ8mY4WY8r6ooz6ddtkY3edgyttHaO-Pxkozz5aJr0Hy8ri4yJOG2HuqsjBdfg/s320/bk.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279248912318931458" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”">Kalau membaca</span><span class="”fullpost”"> peta Propinsi Lampung sek</span><span class="”fullpost”">arang, kisaran lokasi pusat Sekala Beghak berada di hampir seluruh wilayah Kabupaten Lampung Barat, sebagian Kecamatan Banding Agung Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera Selatan. “Pusat kerajaan” meliputi daerah pegunungan di lereng Gunung Pesagi di daerah Liwa, seputar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau dan Kecamatan Balik Bukit. </span><br /><span class="”fullpost”"> Sebagai kesatuan politik Kerajaan Sekala Beghak telah berakhir. Tetapi, sebagai kesatuan budaya (cultural based) keber¬adaannya turun temurun tewarisi melalui sejarah panjang yang menggurat kuat dan terbaca makna-maknanya hingga saat ini. Sekala Beghak dalam gelaran peta Tanah Lampung, pastilah tertoreh warna tega</span><span class="”fullpost”">s, termasuk sebaran pengaruh kebudayaannya sampai saat ini.</span><br /><span class="”fullpost”"> Tata kehidupan berbasis adat tradisi Sekala Beghak juga masih dipertahankan dan dikembangkan. Terutama, Sekala Beghak setelah dalam pengaruh “Empat Umpu” penyebar agama Islam dan lahirnya masyarakat adat Sai Batin. Adat dan tradisi terus diacu dalam tata hidup keseharian masyarakat pendukungnya dan dapat menjadi salah satu sumber inspirasi dan motivasi pengembangan nilai budaya bangsa. </span><br /><span class="”fullpost”">Hasil pembacaan atas segala yang ada dalam masyarakat berkebudayaan Sai Batin di Lampung, memperlihatkan kedudukan dan posisi penting Sekala Beghak sebagai satuan peradaban yang lengkap dan terwariskan. Keberadaan Sekala Beghak tampak sangat benderang dalam peta kebudayaan Sai Batin, sebagai satu tiang sangga utama pembangun masyarakat Lampung. Bahkan, telah diakui, Sekala Beghak sebagai cikal bakal atau asal muasal tertua leluhur “orang Lampung”. Bahkan keberadaan Skala Beghak, berada dalam kisaran waktu strategis perubahan peradaban besar di Nusantara, dari Hindu ke Islam.</span><br /><span class="”fullpost”"> Bukti kemashuran Sekala Beghak dirunut melalui penuturan lisan turun-temurun dalam wewarah, tambo, dan dalung yang mempertegas keberadaan Lampung dalam peta peradaban dan kebudayaan Nusantara. Kata Lampung itu sendiri banyak yang menyebut berasal dari kata “anjak lampung” atau “yang berasal dari ketinggian”. Pernyataan itu menunjukkan bahwa “orang Lampung” berasal dari lereng gunung (tempat yang tinggi), yang dalam hal ini Gunung Pesagi. Pendapat yang sama juga ditemukan dalam kronik perjalanan I Tsing. Disebutkan kisah pengelana dari Tiongkok, I Tsing (635-713). Seorang bhiksu yang berkelana dari Tiongkok (masa Dinasti Tang) ke India, dan kembali lagi ke Tiongkok. Ia tinggal di Kuil Xi Ming dan beberapa waktu pernah tingal di Chang’an. Ia menerjemahkan kitab agama Budha berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina. Dalam perjalanannya itu, kronik menulis I Tsing singgah di Sriwijaya pada tahun 671. Ia mengunjungi pusat-pusat studi agama Budha di Sumatera, di antaranya selama dua bulan di Jambi dan setelah itu konon tinggal selama 10 tahun di Sriwijaya (685-695). Dalam perjalanannya itu, I Tsing dikabarkan menyebut nama suatu tempat dengan “To Lang Pohwang”. Kata “To Lang Pohwang” merupakan bahasa Hokian, bahasa yang digunakan I Tsing.</span><br /><span class="”fullpost”"> Ada yang menerjemahkan “To Lang Pohwang” sebagai Tulang Bawang. Salah satunya adalah Prof. Hilman Hadikusuma, ahli hukum adat dan budayawan Lampung tersebut memberi uraian perihal sejarah Lampung, khususnya dalam menafsir To Lang Pohwang sebagai Kerajaan Tulang Bawang. Disebut-sebut berada di sekitar Menggala, ibukota Kabupaten Tulang Bawang saat ini. Meski bekas-bekas atau artefaknya belum terlacak, garis silsilah raja dan istana, komunitas masyarakat pewaris tradisi, dan banyak hal lagi yang masih tidak bisa ditemukan. </span><br /><span class="”fullpost”"> Tidak hanya dari sudut pandang semantis untuk memaknai kata “To Lang Pohwang”, namun perlu pula didampingi kajian sosiologis dan arkeologis yang lebih mendalam. </span><br /><span class="”fullpost”"> Kata “To Lang Pohwang” berasal dari bahasa Hokian yang bermakna ‘orang atas’. Orang atas banyak diartikan, orang-orang yang berada atau tinggal di atas (lereng pegunungan, tempat yang tinggi). Dengan demikian penyebutan I Tsing “To Lang Pohwang” memiliki kesamaan makna dengan kata “anjak lampung”, sama-sama berarti orang yang berada atau tinggal di atas. Sedang atas yang dimaksud adalah Gunung Pesagi.</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOwwDoIKoUD9oME0gFjhiV_y2-xgapXRnJoGK9EIGolWSW2a1e_Dxp2-LEaUi3QUvUHK_pgUR0WLz6cjqMHUkK5tkyrScZcSuCqHsHPkG45ubmdp25tamDdwOC-QLuMyy5HnofqX-bOCy6/s1600-h/meriam.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOwwDoIKoUD9oME0gFjhiV_y2-xgapXRnJoGK9EIGolWSW2a1e_Dxp2-LEaUi3QUvUHK_pgUR0WLz6cjqMHUkK5tkyrScZcSuCqHsHPkG45ubmdp25tamDdwOC-QLuMyy5HnofqX-bOCy6/s320/meriam.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279249676737842050" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”"> Merujuk pada dua pendapat itu, maka penunjukan “orang atas” mengarah pada Suku Tumi yang tinggal di lereng Gunung Pesagi di Lampung Barat. Mereka inilah cikal-bakal Kerajaan Sekala Beghak. Kerajaan ini di kemudian hari ditundukkan oleh para penakluk, mujahid dan pendakwah Islam yang masuk ke Sekala Beghak dari Samudera Pasai melalui Pagaruyung Sumatera Barat. Di bawah Ratu Mumelar Paksi bersama putranya Ratu Ngegalang Paksi, disertai juga para Umpu, empat cucu Ratu Mumelar Paski. Mereka masuk untuk kemudian menguasai kawasan tersebut setelah menundukkan Suku Tumi. Para Umpu, keempat putra Ratu Ngegalang Paksi itulah yang kemudian melahirkan Paksi Pak Sekala Beghak dengan segala kebudayaannya, berkembang dan beranak pinak untuk kemudian menyebar ke seluruh Lampung dan sejumlah daerah. Karena kerajaan Sekala Beghak lama (animisme/dinamisme) telah dikalahkan dan dikuasai sepenuhnya oleh keempat Umpu keturunan Ratu Ngegalang Paksi, maka kemudian adat-istiadat dan kebudayaan yang berkembang dan dipertahankan hingga kini merupakan peninggalan Kerajaan Sekala Beghak Islam.</span><br /><span class="”fullpost”"> Dalam tambo-tambo dan wewarah, “Empat Umpu” (Umpu Bejalan Diway; Umpu Belunguh; Umpu Nyekhupa, dan Umpu Pernong) banyak disebut memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat adat Sai Batin, Paksi Pak Sekala Beghak. Pada periode selanjutnya, penyebaran orang-orang Sekala Beghak ini dapat dirunut dari kisah-kisah tentang kepergian mereka melalui sungai-sungai.</span><br /><span class="”fullpost”"> Bahkan, sebagian orang-orang Komering pun mengaku sebagai keturunan Sekala Beghak. Mereka diperkirakan keturunan Pasukan Margasana yang dikirim Kerajaan Sekala Beghak ke Komering untuk menghadang serangan sisa-sia prajurit Kerajaan Sriwijaya yang telah runtuh sebelumnya. Seperti halnya keberadaan Suku Ranau sekarang, diakui juga berasal dari Sekala Beghak, Lampung Barat. Di sekitar Danau Ranau di Banding Agung, Ogan Komering Ulu itu semula dihuni Suku Abung yang setelah kedatangan orang-orang Sekala Beghak pada abad ke-15 mereka pindah ke Lampung Tengah. </span><br /><span class="”fullpost”"> Seperti dikutip Harian KOMPAS, (11 Desember 2006:36), pada abad 15 datang empat kelompok masyarakat yang menduduki sekitar Danau Ranau. Di sebelah barat danau dihuni orang-orang yang datang dari Pagaruyung Sumatera Barat dipimpin Dipati Alam Padang. Sementara itu, tiga kelompok lainnya berasal dari Sekala Beghak. Tiga kelompok orang-orang Sekala Beghak itu dipimpin Raja Singa Jukhu (dari Kepaksian Bejalan Diway), menempati sisi timur danau. Di sisi timur danau pula, kelompok yang dipimpin Pangeran Liang Batu dan Pahlawan Sawangan (berasal dari Kepaksian Nyekhupa) menempat. Sementara kelompok yang dipimpin Umpu Sijadi Helau menempati sisi utara danau. Empu Sijadi Helau yang disebut-sebut itu bukan Umpu Jadi putra Ratu Buay Pernong, yang menjadi pewaris tahta Buay Pernong. Kemungkinan besar Umpu Sijadi di daerah Ranau tersebut adalah keturunan Kepaksian Pernong yang meninggalkan Kepaksian dan mendirikan negeri baru di Tenumbang kemudian menjadi Marga Tenumbang. </span><br /><span class="”fullpost”"> Ketiga kelompok dari Sekala Beghak ini kemudian berbaur dan menempati kawasan Banding Agung, Pematang Ribu, dan Warkuk. Sampai sekarang banyak orang Banding Agung mengaku keturunan Paksi Pak Sekala Beghak. Di samping itu, ada kisah-kisah perpindahan orang Sekala Beghak, sebagaimana ditulis dalam Wikipedia (7/3/07: 04.02), yang dipimpin Pangeran Tongkok Podang, Puyan Rakian, Puyang Nayan Sakti, Puyang Naga Berisang, Ratu Pikulun Siba, Adipati Raja Ngandum dan sebagainya. Bahkan, daerah Cikoneng di Banten ada daerah yang diberikan kepada Umpu Junjungan Sakti dari Kepaksian Belunguh atas jasa-jasanya, dan banyak orang Sekala Beghak yang migrasi ke sana atau sebaliknya.</span><br /><span class="”fullpost”"> Kisah-kisah ini memperkuat suatu kenyataan bahwa Sekala Beghak tidak hanya sebagai sumber muasal secara geografis, melainkan juga sumber kultur masyarakat. Sekala Beghak adalah hulu suatu kebudayaan masyarakat. Dari Sekala Beghak ini juga lahir huruf Lampung yaitu Kaganga. Bagi sebuah kebudayaan, memiliki bahasa dan aksara sendiri merupakan bukti kebesaran masa lalu kebudayaan tersebut. Di Indonesia hanya sedikit kebudayaan yang memiliki aksara sendiri, yaitu Batak, Lampung (Sumatera Selatan), Jawa, Sunda, Bali, dan Bugis. Dan kebudayaan yang memiliki aksara sendiri dapat dikategorikan sebagai kebudayaan unggul. Karena bahasa merupakan alat komunikasi sekaligus simbol kemajuan peradaban.</span><br /><span class="”fullpost”"> Semua aksara Nusantara tersebut berasal dari bahasa Palava, yang berinduk pada bahasa Brahmi di India. Bahasa Palava digunakan di India dan Asia Tenggara. Di Nusantara bahasa ini mengalami penyebaran dan pengembangan, bermula dari bahasa Kawi, sebagai induk bahasa Nusantara. Dari bahasa Kawi menjadi bahasa : Jawa (Hanacaraka), Bali, Surat Batak, Lampung/Sumatera Selatan (Kaganga), dan Bugis.</span><br /><span class="”fullpost”"> Dari Kerajaan Sekala Beghak yang telah memiliki </span><span class="”fullpost”">unsur-unsur “kebudayaan lengkap” ini pulalah “ideologi” Sai Batin dilahirkan dan disebarluaskan. Sampai saat ini, masih banyak yang bisa dibaca dari jejak-jejak yang tertinggal. Baik dari jejak fisik maupun jejak yang tidak kasat mata. Dari legenda, seni budaya, adat tata cara, bahasa lisan tulisan, artefak benda peninggalan, hingga falsafah hidup masih ada runut rujukannya. Dari Sekala Beghak itu di kemudian hari pengaruh budaya dan peradabannya berkembang dan berpengaruh luas ke seluruh Lampung bahkan sampai ke Komering di Sumatera Selatan sekarang. Tidak terhitung kemudian “pendukung budaya”-nya yang tersebar di seluruh Indonesia pada masa kini.</span><br /><br /></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-46797151274727336802008-12-11T03:48:00.000-08:002008-12-13T04:43:50.145-08:00Asal-usul Orang-orang Sekala Beghak<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJAFY0QafcOHbU-I5bZrGyrOH7Fyoo5Iq1VKLkJDGXpmRha7DFLFSQJ2iNbue201nnxa63JnycSelCdFoipxmrKofzy3Jxg5VE1Mri1L0nKnO25a5kflQsBkbXlR1eugjM9cPQMseqjlsV/s1600-h/Pemandangan.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 319px; height: 183px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJAFY0QafcOHbU-I5bZrGyrOH7Fyoo5Iq1VKLkJDGXpmRha7DFLFSQJ2iNbue201nnxa63JnycSelCdFoipxmrKofzy3Jxg5VE1Mri1L0nKnO25a5kflQsBkbXlR1eugjM9cPQMseqjlsV/s320/Pemandangan.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278570125094547554" border="0" /></a><br /><span style=";font-family:georgia;font-size:100%;" ><br /></span><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:100%;">Sekala Beghak, artinya tetesan yang mulia. Boleh jadi, kawasan ini dianggap sebagai kawasan tempat lahir dan hidup orang-orang mulia keturunan orang mulia pula. Sekala Beghak adalah kawasan di lereng Gunung Pesagi (2.262 m dpl), gunung tertinggi di Lampung. Kalau membaca peta daerah Lampung sekarang, Sekala Beghak masuk Kabupaten Lampung Barat. Pusat kerajaannya di sekitar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau, dan Kecamatan Balik Bukit. Di Lereng Gunung Pesagi itulah diyakini sebagai pusat Kerajaan Sekala Beghak yang menjadi pula asal usul suku bangsa Lampung. Dari daerah ini, mereka menyebar melalui sungai-sungai, di antaranya Way Komering, Way Semangka, Way Sekampung, Way Seputih, Way Tulang Bawang, Way Umpu, Way Rarem, Way Besai dan sebagainya. Prasasti Bunuk Liwa menujuk angka 966 Saka (1074 M) menunjukkan adanya tata kehidupan zaman Hindu, yang memberi indikasi kuat bahwa di daerah tersebut pernah dikuasai oleh kerajaan Hindu, mungkin Sriwijaya.</span></div><div class="fullpost" style="font-family:georgia;"><div style="text-align: justify;"> <span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"> Sekala Beghak sebagai asal muasal “orang L</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">ampung” diindikasikan dari banyak penelitian yang menjelaskan soal ini. Kajian para ahli Barat, seperti Groenevelt, L.C. Westernenk, dan Hellfich, umumnya mengarah pada persamaan pernyataan bahwa Sekala Beghak adalah daerah asal suku bangsa Lampung.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"> Menurut sumber-sumber setempat, Sekala Beghak pada mulanya dihuni masayarakat Tumi, kemungkinan besar sebuah suku bangsa yang memiliki s</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">truktur atau bahkan merupakan sebuah kerajaan. Meski data arkeologis yang kuat belum terkomunikasikan secara luas kepada publik, namun kelanjutan dari tradisi pemasangan batu menhir pada era </span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">megalith atau zaman-zaman sesudahnya, pola hidup mereka </span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">kemungkinan animisme dan dinamisme. Dalam fase ini, memuja alam yang dianggap punya kekuatan lebih besar dan menguasai hidup manusia, merupakan ritual dan kebiasaan hidup.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"> Merunut pada sejarah Nusantara, animisme dan dinamisme sebagai sebuah sistem religi merupakan kepercayaan awal masyarakat Nusantara. Kemudian datangnya agama Hindu dan Budha, secara berangsur mengubah keyakinan mas</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">yarak</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">at animisme-dinamisme menjadi beragama Hindu-Budha. Tidak jelas benar kapan masyarakat Tumi berubah menjadi Hindu, bila dikaji dari temuan Prasasti Bunuk Liwa yang menujuk angka 966 Saka (1074). Prasasti itu sendiri sering disebut indikasi kuat pengaruh Hindu. Namun apakah Kerajaan Sriwijaya yang Hindu memiliki pengaruh kekuasaan sampai ke suku Tumi, mengingat tah</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">un ditulisnya Prasasti Bunuk Liwa itu sejaman dengan periode Kerajaan Sriwi</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">jaya. Bila Sriwijaya m</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">emiliki pengaruh ke suku Tumi, apakah sistem religi animisme-dinamisme ikut hilang seiring pergantian keyakinan menjadi Hindu, ataukah keyakinan lama masih tetap berjalan d</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">i samping keyakinan baru. Dan juga apakah suku Tumi yang mungkin juga sebuah kerajaan, mer</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">upakan kerajaan berdaulat, atau vasal dari Kerajaan Sriwijaya. Alhasil semua pertanyaan itu perlu dijawab dengan melakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"> Situs lain yang berada di Skala Brak adalah Batu Kenyangan. Peninggal</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">an tersebut terletak di tengah perkebunan kopi pada sebuah lereng bukit kaki Gunung Pesagi, di Hanibung Batubrak. Konon menurut kepercayaan lama di Sekala Beghak, batu-batu itu sebagai tanda kuburan tua “para dewa” yang khusus turun dari Ka</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">hyang</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">an ke muka bumi. Sampai sekarang orang menyebut daerah itu sebagai Batu Kenyangan.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"> Istilah “Kenyangan” atau kayangan dan kata “Batu Beghak” (Batu Brak) memiliki nuansa makna. Kayangan bermakna tempat yang tinggi, tempat tinggal para “dewa” atau orang-orang mulia, sedangkan Batu Beghak bermakna sebaga</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">i batu mulia. Diyakini oleh masyarakat sekitar, bahwa orang-orang Kenyangan dan Batu Brak adalah k</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">eturunan orang-orang mulia. Orang mulia dalam pengertian Paksi Pak Skala Beghak adalah para penakluk, mujahid penyebar agama Islam, keturunan Iskandar Zulkarnain.</span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Batu Kenyangan</span></span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Batu Kenyanga</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">n yang ter</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">letak di lereng agak datar, merupakan batu andesit dengan permukaan selebar sekitar 2 x 2 meter dengan ujung melancip, tidak empat pers</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">egi panjang betul. Posisi keseluruhan agak miring 20 derajat. Di bawah batu yang cenderung melempeng dengan permukaan lebih lebar ketimbang bagian bawah yang menyentuh tanah, ada sejumlah bongkah-bongkah batu tertanam di tanah untuk menopang batu besar itu.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwvusF5T-1q1jIodkj6WPdDV8RDFAlTOpcddVyMSMFVuRWCAT9lJ17dVLRM32b3IOn4eJqsZLm-BgmV7jpiP2IFT4143mNJnQkBH-Xb3_7xLvgUvVrYQ6F4LBLdI8t4t6pr_ds-nEkgGa-/s1600-h/Batu2.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 124px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwvusF5T-1q1jIodkj6WPdDV8RDFAlTOpcddVyMSMFVuRWCAT9lJ17dVLRM32b3IOn4eJqsZLm-BgmV7jpiP2IFT4143mNJnQkBH-Xb3_7xLvgUvVrYQ6F4LBLdI8t4t6pr_ds-nEkgGa-/s320/Batu2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278571264275359666" border="0" /></a><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"> Jika dilihat dari permukaan dan posisinya, batu hitam itu kemungkinan dipergunakan sebagai tempat samadi atau bertapa. Letak situs ini dikelilingi jurang curam di bagian sisi bawahnya sedangkan ke arah atas tanah terus mendaki.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Permukaan batu itu tidak begitu rata dan di sana-sini terlihat jelas guratan-guratan mirip bekas tapak tangan. Gambar yang mirip bekas telapak tangan itu bukan hasil pahatan. Menurut keyakinan masyarakat Skala Beghak, gambar tersebut terjadi akibat kekuatan tangan yang pernah menekan permukaan batu itu</span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">. Tangan siapakah itu? Dan apa hubungannya dengan mitos manusia yang turun dari Kahyangan? Hal ini memerlukan kajian lebih jauh.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwMz0fii5ocgaiayUIM4sSAyzWy4OyO6b6lqWt8qCISFNlwHvQOIComwQHSpXJmN7zUrzu9isTib_xhvcdXJKIx3g1ag52aHZpHtsFKHhZhbmn28aMeQq0h6DCX3s5ebnkbyxT6NOs6Bfm/s1600-h/tapak1.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 242px; height: 241px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwMz0fii5ocgaiayUIM4sSAyzWy4OyO6b6lqWt8qCISFNlwHvQOIComwQHSpXJmN7zUrzu9isTib_xhvcdXJKIx3g1ag52aHZpHtsFKHhZhbmn28aMeQq0h6DCX3s5ebnkbyxT6NOs6Bfm/s320/tapak1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278570559381260162" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Mungkin juga, batu ini dulu berada di tengah pemakaman kuno karena di dekatnya terdapat satu batu berdiri tegak setinggi sekitar 1,25 meter dengan puncak sedikit lengkung hampir rata, yang kemungkinan tanda titik pemakaman.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span></div><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizwIdM-w0mNbHWkKT6-QJ4nA89ddXGw67jCHN98b_o8e5TVLTErhVNYunw9g8YMDmKFQPboy0H0TI6hNkM_z9_70gW-CMtfcaUDh3NVQTy-1TWRw7CVWrEfy1zYuA3KkPLNB9f2jIxzl97/s1600-h/batu.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 184px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizwIdM-w0mNbHWkKT6-QJ4nA89ddXGw67jCHN98b_o8e5TVLTErhVNYunw9g8YMDmKFQPboy0H0TI6hNkM_z9_70gW-CMtfcaUDh3NVQTy-1TWRw7CVWrEfy1zYuA3KkPLNB9f2jIxzl97/s320/batu.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278571772465304098" border="0" /></a><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"> Bisa jadi juga batu tersebut merupakan tempat persembahan bagi mereka yang duduk samadi di permukaan batu di dekatnya. Apakah ini sebuah menhir? Mungkin juga batu andesit/vulkanik itu digunakan untuk menaruh persembahan tertentu. Permukaan batu telah membentuk suatu susunan bintik cekungan kecil-kecil seperti titik-titik yang meliputi seluruh permukaan. Seakan termakan air dan angin serta terpanggang panas matahari. Meski demikian tak berlumut, tanda batu keras. Tak ada pahatan ataupun relief di dalamnya. Namun posisinya masih tampak kuat tertanam. Konon, menurut sejumlah warga, batu tegak seperti itu dahulu tidak hanya satu, lebih dari satu. Herannya, di sekitar tonggak batu tegak lurus ditemukan dari dalam tanah potongan batu-batu yang lebih lunak, diperkirakan batuan kapur, krast atau hasil endapan laut purba, bukan batu gunung api.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Memang, di belakang lempeng batu bertulis tapak tangan itu, berseberangan dengan tonggak batu tegak, juga terdapat sebuah batu andesit rendah dengan permukaan yang tidak rata dan kasar. Dilihat dari warnanya, tampaknya batu ini berbeda usia dengan batu yang lainnya. Tampak lebih muda meskipun sama-sama batu vulkanik.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Sangat mungkin kawasan peninggalan kuno ini bagian tak terpisahkan dari cerita Suku Tumi yang mendiami kawasan Sekala Beghak jauh sebelum para Umpu bertabliq di daerah tersebut. Diceritakan, masyarakat Tumi menyembah pohon besar yang dianggap sebagai “sesuatu yang menguasai hidup mereka”, berkekuatan Dewa. Pohon itu mereka sebut sebagai pohon Belasa Kepappang. Pohon Belasa Kepappang itu bercabang dua, satu cabang pohon nangka dan satunya pohon kayu sebukau. Getah sebukau konon sangat beracun, bila terkena kulit tubuh akan bisa menjadi luka mengoreng. Cara menyembuhkannya, dioles getah pohon nangka (cabang yang satunya).</span><span style="font-size:100%;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Riwayat yang bisa dirunut dari kerajaan Sekala Beghak, ialah mulai masa kepemimpinan Mucabaok. Sepeninggal Mucabaok tahta kerajaan diserahkan pada putranya, Sangkan. Sedang raja terakhir pengganti Sangkan adalah Sekekhummong. Sekekhummong inilah yang secara gigih melakukan perlawanan terhadap dakwah Islam di bawah pimpinan Ratu Ngegalang Paksi dan keempat putranya.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Hasil pembacaan para ahli atas peninggalan di kawasan tersebut tampaknya perlu diperluas agar didapatkan pemahaman yang konkrit atas legenda Sekala Beghak dan cerita lisan epik para mujahid pendiri Paksi Pak Sekala Beghak.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span></div></div></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-28613885031669726032008-12-10T01:46:00.000-08:002008-12-11T03:09:18.157-08:00Siti Rahmasuri<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhunWGSi4ygolX5i0v0PrFbUFKp-LiKr5uhPB2C2QbXVJYof3azUivlNMpRJ8J7if3qavaErtZn8j33vOVkNmu9_oUtzZz-uLWpkN0xCjGsmKdkKzkxMEskU6aJvrMC5X0X3Iqsqfk0hu8o/s1600-h/Siti.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 192px; height: 246px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhunWGSi4ygolX5i0v0PrFbUFKp-LiKr5uhPB2C2QbXVJYof3azUivlNMpRJ8J7if3qavaErtZn8j33vOVkNmu9_oUtzZz-uLWpkN0xCjGsmKdkKzkxMEskU6aJvrMC5X0X3Iqsqfk0hu8o/s320/Siti.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278487966824780706" border="0" /></a><br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:georgia;font-size:100%;" >Siti Rahmasuri putri satu-satunya Pahlawan Akmal. Ibu dari Siti Rahmasuri adalah putri Sultan Makmur Dalam Nata Dipraja, Sai Batin Kepaksian Pernong, Paksi Pak Sekala Beghak. Siti Rahmasuri, seorang perempuan yang tekun dan taat beribadah. Seumur hidupnya selalu menjalankan ibadah puasa Dawud. Hari-harinya penuh dengan puasa, wirid, tahlil, tahajud, dan amalan sunah lainnya, disamping tidak pernah telat menjalankan ibadah wajib. “Bahkan ibu meninggal ketika selesai menjalankan sholat dan sedang meneruskan membaca tahlil. Di tangannya masih tergenggam tasbih dan di pangkuannya terbuka ayat-ayat Al Quran. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, tubuhnya bergetar, wajahnya teduh, tenang, damai sambil bibirnya tetap mengucapkan kebesaran Nama Allah ..... ,” kenang Pangeran Edward saat-saat terakhir bersama ibundanya. Ketika itu, Pangeran Edward telah menjabat sebagai Kapolres Bandung Tengah.</span></div><div style="text-align: justify;font-family:georgia;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;">Siti Rahmasuri juga seorang penutur yang santun dan lembut. Ia seringkali memberikan contoh-contoh tentang kebajikan, kearifan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang dipetik dari cerita yang sengaja dipilih untuk disampaikan kepada anak-anaknya. Ia juga penganjur yang santun, teduh, dan damai untuk kerukunan dan persatuan di antara sanak saudara, kerabat dan keturunannya.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><br />Selain itu, Siti Rahmasuri juga seorang pencatat tradisi Kepaksian Pernong yang tekun. “Siti Rahmasuri itu seorang penginventaris yang baik dan teliti atas budi baik dan jasa kaum kerabat terhadap kebesaran Paksi Pak Buay Pernong. Ia adalah penganjur sekaligus teladan untuk memberikan kasih sayang kepada seluruh kaum kerabat, bahkan meng¬haruskan untuk saling menyayangi karena bagaimanapun mereka dalam kesatuan pertalian darah,” tutur Pangeran Edward.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><br />Saat kunjungan ziarah, Minggu, 25 Maret 2007 ke makam ibundanya, beberapa puluh meter dari Lamban Gedung di Batu Brak, Pangeran Edward khusuk berdoa di depan pusara ibundanya yang berjajar dengan makam permaisuri-permaisuri Sultan terdahulu. Pangeran Edward berziarah bersama Raja Jukku serta puluhan anak yatim piatu yang sengaja dikumpulkan untuk menerima santunan dana dan bingkisan dari Sai Batin. “Di sini ibunda dimakamkan, di alam yang teduh seteduh hati ibu. Ibu seorang perempuan yang lembut hatinya, taat beribadah, penuh pengabdian untuk kaum kerabatnya,” kata Pangeran Edward tentang ibundanya.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="”fullpost”" style="font-size:100%;"><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-50431288884119877672008-12-10T01:43:00.000-08:002008-12-13T19:54:51.328-08:00Pangeran Ringgau<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNdAWHzGo4prguKhwxXFHa5c53Zv5o7m5iY88pHJycKlTS3WZ4WfxpBsGhYqYcY9eRVtsVZaKDtwvoNzEV3VULTTLuMIk6o0m_23G3FRjxc9OKW6hYEI8EB537lek2_ycL6B81gLGfz3Wf/s1600-h/makam.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 280px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNdAWHzGo4prguKhwxXFHa5c53Zv5o7m5iY88pHJycKlTS3WZ4WfxpBsGhYqYcY9eRVtsVZaKDtwvoNzEV3VULTTLuMIk6o0m_23G3FRjxc9OKW6hYEI8EB537lek2_ycL6B81gLGfz3Wf/s320/makam.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279488660713136946" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;font-family:courier new;"><span style="font-size:130%;"> <span style="font-family:georgia;"><span style="font-size:78%;">Makam Pangeran Ringgau di komplek makam tua<br /><br /></span>Pangeran Ringgau gelar Pangeran Batin Pasirah Purbajaya selain sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong Sekala Beghak, beliau juga menjabat sebagai Pasirah Marga Kenyangan. Pangeran Ringgau menikah dengan putri dari Pangeran Ahmad Fikulun gelar Dipati Cakra Negara. Dipati Cakra Negara adalah pendiri kota Liwa. Ia juga seorang pengajar dan pendakwah yang gigih.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;"> Pangeran Ringgau adalah tokoh legendaris bagi Kepaksian Pernong. Ia memiliki kepribadian yang unik. Ia berjuang dan melawan Belanda dengan caranya sendiri.</span><br /></span></div><div style="text-align: justify;font-family:courier new;" class="fullpost"><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;"><br /><span style="font-family:georgia;"> Beberapa sumber sejarah mencatat nama Pangeran Ringgau. Keberadaannya juga diakui oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada 1 Juli 1852 Pangeran mendapat anugerah Sandang Mardaheka dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda waktu itu, Mr. G Isaac Bruce/Mr. Duijmaer van Twist (1851-1856). Sandang Mardaheka diberikan karena jasa besar Pangeran Ringgau yang berhasil memadamkan kerusuhan di Muko-muko Bengkulu dan Pasemah Lebar.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;">Bersamaan dengan itu diberikan sebuah tongkat berhulu emas dalam bentuk lambang mahkota (crown), sebilah pedang bertahtakan crown pula dan bintang jasa Diberikan pula pembebasan pajak selama 15 tahun. Bahkan gelar Pangeran diberikan pula kepada keturunan lurus tertua Pangeran Ringgau dalam bentuk besluiit resmi. Belanda juga memberikan gelar tambahan Pangeran Ringgau, yaitu gelar Bindung Langit Alam Benggala.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;"> Banyak orang beranggapan apa yang dilakukan Pangeran Ringgau di Muko-muko maupun Sawah Lebar merupakan bentuk ketidaksetiaannya pada prinsip Sai Batin, karena dianggap mau bekerja sama pada Belanda. Padahal upaya Pangeran Ringgau mengatasi kerusuhan di dua tempat itu memiliki dua tujuan. Pertama agar masyarakat di daerah itu dapat hidup aman, tenteram tanpa gejolak. Kedua agar masyarakat adat Sai Batin terlindungi. Pangeran Ringgau rela menempuh bahaya, termasuk dipandang bekerja sama dengan Belanda, dengan satu tujuan : sebagai Sai Batin ia harus melindungi rakyatnya.</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;"> Dan dikemudian hari terbukti apa yang dilakukan Pangeran Ringgau menjadi kebanggan sekaligus bukti bahwa Kepaksian Pernong tidak tunduk pada Belanda. Suatu kisah menyebutkan, suatu waktu ada seorang pejabat Belanda berkunjung ke Liwa dengan meniti kuda masing-masing. Semua Pasirah dan pemimpin adat diminta datang menghadap. Di hadapan pejabat Belanda itu, semua Pasirah dan pemimpin adat turun dari kudanya masing-masing untuk beruluk salam pada sang pejabat Belanda. Tapi Pangeran Ringgau tetap gagah duduk di atas pelana kuda putihnya, menyalami sang pejabat. Ketika ditanya mengapa ia tidak turun dari kuda seperti pemimpin adat lainnya, Pangeran Ringgau dengan tangkas menjawab, “Saya orang merdeka karena diberi sandang Mahardeka, dan saya tetap menyandang gelar Pangeran, bukan Pasirah atau kepala adat.”</span><br /><br /><span style="font-family:georgia;"> Kisah itu menyiratkan betapa Pangeran Ringgau bisa berpikir dan mencandra jauh ke depan. Ia bagai seorang wali, yang rela mengambil resiko atas dirinya, demi menyelamatkan rakyatnya.</span><br /><br /><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-56542643057058984742008-12-10T01:41:00.000-08:002008-12-13T19:50:49.887-08:00Pangeran Suhaimi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmk0vRrnry2l5Rttk4ZVBoHLE-L0aLXsrTXK63YHcH6xH-6vSPOi3FVkhfV1Uh4C64MpQDIIGnc_GszWlG2DrA5KqBNfj7l-3QzKNK6kx51vmoVBn5jACX-drOhdLQP6ZrvhWoTFQsch4k/s1600-h/pahlawan.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 217px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmk0vRrnry2l5Rttk4ZVBoHLE-L0aLXsrTXK63YHcH6xH-6vSPOi3FVkhfV1Uh4C64MpQDIIGnc_GszWlG2DrA5KqBNfj7l-3QzKNK6kx51vmoVBn5jACX-drOhdLQP6ZrvhWoTFQsch4k/s320/pahlawan.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279488024208962242" border="0" /></a><br /><br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:georgia;">Pangeran Suhaimi gelar Sultan Lela Muda Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi, selain sebagai Sultan Kepaksian Pernong juga Wedana yang kemudian menjadi pejabat tinggi (dulu istilahnya Patih) di </span></span><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:georgia;">Tanjung Karang. Sebelum memangku jabatan itu, Pangeran Suhaimi juga pernah terlibat d</span></span><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:georgia;">alam pertempuran melawan penjajah dalam dinas militer. Walaupun sibuk dengan pekerjaannya, namun Pangeran Suhaimi tidak pernah meninggalkan fungsi dan kewajibannya sebagai pemuka masyarakat adat, pemimpin (Sultan) Kepaksian Pernong dan pemangku adat Sai Batin. </span></span></div><div face="georgia" style="text-align: justify;" class="fullpost"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnwdQfgErdwsqGQEZW7YLcRyFxv9ORXnqUnQ1Lw15eTtUdEWm5Yl8fjgqsK2hkxQeXygK70fgCJ9XYVTrgDIMsJx0AYcRU26CSdqq9ESu8B6JWSgGqGo6VnFDuLDxxi1Zfk07X2lKXEX3q/s1600-h/Makam+suahaimi.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnwdQfgErdwsqGQEZW7YLcRyFxv9ORXnqUnQ1Lw15eTtUdEWm5Yl8fjgqsK2hkxQeXygK70fgCJ9XYVTrgDIMsJx0AYcRU26CSdqq9ESu8B6JWSgGqGo6VnFDuLDxxi1Zfk07X2lKXEX3q/s320/Makam+suahaimi.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278488983065093714" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">Pangeran Suhaimi menempuh pendidikan di Jakarta dengan fasilitas yang memadai. Kepergian Pangeran Suhaimi ke Jakarta didampingi sejumlah pembantu bahkan dibelikan sebuah bendi untuk k</span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">endaraan pribadi pengantar sekolah. Masa sekolahnya, merupakan masa remaja yang menyenangkan. Di tengah suasana seperti itu, ia dipanggil pulang karena kakak tertuanya meninggal sehingga harus menggantikan posisi sebagai putra mahkota. Pangeran Suhaimi disiapkan menjadi pewaris tahta Kepaksian Pernong.<br />Baik sebagai sultan maupun sebagai pejabat pemerintah, kepiawian Pangeran Suhaimi tak perlu diragukan lagi. Setiap masalah bisa diselesaikannya dengan baik. Dalam menyelesaikan masalah, Pangeran Suhaimi menggunakan kewibawaannya. “Biasanya, Pangeran Suhaimi memanggil para pihak, mendengar permasalahan. Kalau sudah jelas, Pangeran Suhaimi akan bilang ini begini, kamu begini ... yang lain begini ... begini dan selesai. Pangeran Suhaimi sangat cepat dan tangkas ambil kesimpulan dan putusan melalui kata-kata yang tepat dan mengena. Sudah itu, problem selesai ....,” urai Pangeran Edward.<br />Selain kepiawaian dalam memecahkan persoalan, pengetahuan Pangeran Suahaimi dikenal cukup luas. Pangeran Suhaimi menguasai bahasa Arab, bahasa agama. Apabila sedang bicara agama, bahasa Arab yang dituturkan atau disebut kawan bicaranya, oleh Pangeran Suhaimi langsung diterjemahkan. Bahkan, kalau kawan bicaranya mengajak omong dengan bahasa Arab pun, Pangeran Suhaimi langsung fasih bercakap dalam bahasa itu. Mungkin kemampuannya ini terasah dalam pergaulan dekatnya dengan orang-orang Al Irsyad. Selain bahasa Arab, Pangeran Suhaimi juga menguasai bahasa Belanda.<br />“Terus terang, figur Pangeran Suhaimi sangat saya kagumi. Saya tidak tahu, bagaimana bisa, Pangeran Suhaimi apa-apa tahu. Dari masalah agama, adat, sampai sejarah nenek moyang hingga sejarah pergerakan kebangsaan. Kalau sedang bicara, wibawa dan pengaruhnya luar biasa. Bukan karena apa-apa, tetapi karena yang diomongkan selalu pas, tepat sasaran. Bahasanya sangat efisien, langsung mengena. Bahkan gaya dan ekspresi Pangeran Suhaimi waktu berhadap-hadapan bicara dengan orang-orang, begitu membekas dalam ingatan saya,” katanya sambil menambahkan, postur dan wajah Pangeran Suhaimi mirip keturunan orang Cina.<br />“Pangeran Suhaimi itu tahu apa yang dikatakannya sekaligus mampu bagaimana mengatakannya,” sambung Pangeran Edward menyimpulkan sosok Pangeran Suhaimi.<br /><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-91246761785473105692008-12-10T01:37:00.000-08:002008-12-13T04:35:53.236-08:00Pangeran Maulana Balyan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU6FsEhZQ2-FxuCkVwkcGjtBnJFBJiIA1cVcnjHl3Bo8Ab4YyOKl-gspqzjQDHJVL2Jqwv0vVI6pjxYJv7jg_aV-WyKKSXOz6EvfhxnDqloESLWir4J95GWODnLF1jLIziDra3kelWOVIO/s1600-h/P+Maulana.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 115px; height: 256px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU6FsEhZQ2-FxuCkVwkcGjtBnJFBJiIA1cVcnjHl3Bo8Ab4YyOKl-gspqzjQDHJVL2Jqwv0vVI6pjxYJv7jg_aV-WyKKSXOz6EvfhxnDqloESLWir4J95GWODnLF1jLIziDra3kelWOVIO/s320/P+Maulana.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278489295571066946" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAkWL1xq8-_OnhtfgnOuHANy78S91s9JPBdcuVO0_4GWmuqleznwPnRp8321wsfL01LZV02a4FSHg_og_hsixgpO-ehTksqlmg3jpgBMO-bi307gRR3kBhUbFIoQwtCiw48ttLEanFTAz4/s1600-h/P+Maulana.jpg"><br /></a><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:130%;">Pangeran Maulana Balyan gelar Sultan Sempurna Jaya, selain sebagai Sultan Kepaksian Pernong menggantikan Pangeran Suhaimi, adalah pelaku sejarah kemerd</span><span style="font-size:130%;">ekaan Indonesia. </span></div><div style="text-align: justify;font-family:georgia;" class="fullpost"><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;"><br />Sebelum masuk militer, Pangeran Maulana Balyan menempuh pendidikan di sekolah orang-orang Belanda (European Larger Schoole). Hanya ada dua pribumi yang bersekolah di sana waktu itu, salah </span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">satunya adalah Pangeran Maulana Balyan. Tidak heran, Pangeran Maulana Balyan, fasih berbahasa Belanda. Banyak sinyo-sinyo dan noni-noni Belanda yang suka berkunjung ke kediamannya sebagai sesama teman.<br />Selain</span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;"> </span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">di ELS, Pangeran Maulana Balyan juga mengikuti pendidikan militer di Batusangkar bersama-sama dengan Maraden Panggabean (terakhir Jenderal), Ramli (kemudian Direktur PT Timah Bangka), Bustanil Arifin (kemudian Menteri Koperasi/Ka Bulog) dan lain-lain.<br />Pangeran Maulana Balyan memang dididik oleh Belanda, tetapi semangat nasionalismenya tak pernah luntur.</span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;"> Ia terlibat dalam banyak pertempuran di berbagai front ketika menentang Belanda maupun Jepang. Pangeran Maulana Balyan adalah salah satu perwira tempur yang diterjunkan pertama di garis depan dalam pertempuran di Ambon untuk menumpas pergolakan di sana. Amir Machmud (kemudian Jenderal/Mendagri) termasuk salah satu rekan yang bertugas di Ambon kala itu. Ibaratnya, kenyang tempur di berbagai front.</span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">Meski demikian, ketika semestinya karier militernya cemerlang, Pangeran Maulana Balyan memutuskan pensiun dari dinas militer dan masuk ke dalam jajaran pegawai sipil. Darah nasionalisme yang mengalir dalam diri Pangeran Maulana Balyan terus diwariskan pada anak-anaknya. Selain memberikan suntikan nasionalisme lewat cerita tentang pengalamannya dalam pertempuran, ia juga memberikan pendidikan dengan cara yang unik. Misalnya, ia selalu memberikan kado pada setiap perayaan hari kemerdekaan. Setiap tanggal 17 Agustus Pangeran Maulana Bayan selalu memberikan uang saku yang lebih besar dari biasanya. Uang tersebut bebas digunakan pada hari peringatan kemerdekaan itu. Kebiasaan ini terus berlangsung tanpa pernah putus sampai anak-a</span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">naknya dewasa, bahkan baru berakhir ketika Sultan Sempurna Jaya itu wafat.<br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0REnMfUjZCF_neNcOSkHOmA5wQ0SpUkwvdpgk1_YX7iUkqoj08f8O2TcvSujsf38BzDnUmC7fHOEMQEOXiDOCJ70c0keHFFr6fSBK1mFhE2sznt8DyVw5tIkSym2GrZ6rVd9qPPKhg7Jz/s1600-h/makam+balyan.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0REnMfUjZCF_neNcOSkHOmA5wQ0SpUkwvdpgk1_YX7iUkqoj08f8O2TcvSujsf38BzDnUmC7fHOEMQEOXiDOCJ70c0keHFFr6fSBK1mFhE2sznt8DyVw5tIkSym2GrZ6rVd9qPPKhg7Jz/s320/makam+balyan.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278489496542968562" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">Ketika melakukan ziarah ke Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang Lampung, Sabtu, 24 Maret 2007 lalu, tak kurang tujuh nisan/makam diziarahi Pangeran Edward. Semuanya kerabat atau orangtua sahabatnya. Empat di antaranya, makam kakeknya, Pangeran Suhaimi. Ayahnya Pangeran Maulana Balyan. Dan dua orang adik ayahnya, A Muis dan Bunyamin. “Jarang ada satu keluarga yang bapak, dan tiga anaknya sama-sama pahlawan dikebumikan di satu TMP,” komentar seorang kerabat pengantar ziarah. Kakek Pangeran Edward dari ibu, Pahlawan Akmal juga dimakamkan di TMP Baturaja Sumatera Selatan. Masih ada lagi, seorang paman, Letkol A Zawawi (anak Pahlawan Akmal/kakak Siti Rahmasuri) di TMP Karet, Jakarta (TMP Jakarta sebelum Kalibata).<br /><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-36858195927111359782008-12-10T01:35:00.001-08:002008-12-11T03:21:20.663-08:00Pahlawan Akmal<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitfpvjtx_BFIBiQgWQu1NLsl__dUuftvTZPQbbmQHJRH-pOAqC-rqCBmkq0SXRvmwPaHUSTfrIQjVv_yKECe-9ySx2N0vugojumKWfUb7EGaRexuG2PqpgycfPGzADvYBO89nk2bnAivUm/s1600-h/tugu.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 188px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitfpvjtx_BFIBiQgWQu1NLsl__dUuftvTZPQbbmQHJRH-pOAqC-rqCBmkq0SXRvmwPaHUSTfrIQjVv_yKECe-9ySx2N0vugojumKWfUb7EGaRexuG2PqpgycfPGzADvYBO89nk2bnAivUm/s320/tugu.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278491045015339042" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgC1xE5KxaKe1t7SI8MQXAnhempGynshWEMj412L0I8-qNd30DNr8S19m5-Vamj5tjOgGRgBWhfIOHWOHGzF9aG5TZ_iu4X4mH-a_ZyxFy_GwNbrfO0MY7wGiayksBy7Toj033yzupGKoP-/s1600-h/DSC_0329.jpg"><br /></a><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:130%;">DI masyarakat Ogan Komering Ulu, kakek dari ibu Pangeran Edward mendapat sebutan sebagai Pahlawan Akmal. Namanya pun diabadikan sebagai salah satu nama jalan utama di Kota Baturaja, ibukokota Kabupaten Komering Ulu, Sumatera Selatan.</span></div><div style="text-align: justify;font-family:georgia;" class="fullpost"><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">Akmal adalah suami dari puteri tertua keturunan Pangeran </span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">Natamarga, Pasirah Marga Warkuk, daerah Banding Agung, Sumatera bagian Selatan waktu itu. Akmal bersekolah di Jakarta dan bersahabat dekat dengan tokoh pergerakan kebangsaan seperti Ki Hadjar Dewantara, Agus Salim, Soekarno dan lain-lainnya. “Foto-foto mereka bersama dalam alam pergerakan kebangsaan itu pernah saya lihat. Ada foto-fotonya,” kata Pangeran Edward menceritakan.<br /></span><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">Akmal memang dikenal sebagai penentang penjajahan yang gigih. Ia adalah pendiri dan pemimpin Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) di Sumatera bagian Selatan. Pada zaman Jepang, kakek Pangeran Edward dari ga</span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">ris ibu ini musuh bebuyutan Jepang. Karena sikap nonkooperatifnya yang keras, bala tentara Dai Nipon terus memburu. Puncak</span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">nya dikenal dengan Peristiwa Gunung Pasir ketika seorang tentara Jepang dibunuh oleh para pejuang kemerdekaan. Jepang marah dan melakukan penyisiran, dengan target utama Akmal.</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCqhbTaj-4MB31ZGDk_0bGCv_WLiEg478WHabEhTkzZlbGar6E_01OI2C-czO5gvr9osB1Q0AIzxzBYnyEtKk1JnOjvzwC5gHLAkBXRdYqFJtVcNRkFqeVpRBI3WzPMWFrc60E8jLmLwB0/s1600-h/makam+akmal.JPG"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCqhbTaj-4MB31ZGDk_0bGCv_WLiEg478WHabEhTkzZlbGar6E_01OI2C-czO5gvr9osB1Q0AIzxzBYnyEtKk1JnOjvzwC5gHLAkBXRdYqFJtVcNRkFqeVpRBI3WzPMWFrc60E8jLmLwB0/s320/makam+akmal.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5278489967545088242" border="0" /></a><br /><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">Kota Ranau, temp</span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">at Akmal tinggal, suatu waktu dikepung dan diblokade. Tentara Jepang memberi ultimatum, apabila Akmal tida</span><span class="”fullpost”" style="font-size:130%;">k menyerahkan diri, kota akan dibumihanguskan. Pada saat ketegangan sedang memuncak, Akmal pun keluar dari rumah dan dengan gagah berani berjalan menghadapi incaran bala tentara Jepang seorang diri. Akmal pun menjadi sasaran berondongan senjata tentara Jepang. Namun, menurut kesaksian warga Ranau saat itu, tidak satu peluru pun yang bisa menembus kulitnya. Akhirnya, Akmal ditangkap dan tangannya diikat tali. Dalam kondisi terikat, Akmal ditarik menggunakan mobil dan diseret sepanjang jalan. Meski begitu, cerita Pangeran Edward, ia tidak juga meninggal. Jepang putus asa dan mengubur Akmal hidup-hidup. Makam Akmal pada masa kemerdekaan kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kemarung di Ogan Komering Ulu. Pada Senin, 26 Maret 2007, Pangeran Edward diantar Ibnu Hadjar Raja Sempurna berziarah ke Taman Makam Pahlawan di Kemarung Baturaja. Di lokasi yang kini digunakan sebagai TMP itu, dulu merupakan daerah front pertempuran para pejuang kemerdekaan di Baturaja dimana ayah Pangeran Edward, Pangeran Maulana Balyan, saat itu memimpin pasukan yang terjebak penyergapan tentara Belanda. Banyak prajurit pejuang yang gugur di daerah Kemarung itu, dan ayah Pangeran Edward dapat selamat meneruskan perjuangan. Pertempuran Komarung itu amat dikenal di kalangan bekas pejuang kemerdekaan karena sengitnya. Pada masa damai, bekas front pertempuran itu dipilih sebagai lokasi makam para pahlawan, termasuk Pahlawan Akhmal, kakek Pangeran Erward dari jalur ibu.<br /><br />Pada masa pembangunan pun, di dekat Danau Ranau, di tepi sebuah jalan raya di Banding Agung telah dibangun oleh pemerintah sebuah monumen perjuangan di daerah tersebut yang di antaranya menampilkan sosok Pahlawan Akmal dengan pakaian jubah dan sorban putih menggelorakan semangat perjuangan dan memekikan teriakan pekik kemerdekaan. “Disamping pria yang ikut turun ke medan laga, Kakek Akmal juga seorang terpelajar dan ulama yang disegani,” kata Pangeran Edaward tentang kakeknya ini.<br /><br />Pahlawan Akmal gelar Raja Kapitan memiliki dua anak. Putra sulung bernama Ahmad Zawawi. Sulung ini juga meneruskan perjuangan ayahandanya, menjadi tentara yang bertempur di berbagai front di masa perang kemerdekaan. Letnan Vandreg Ahmad Zawawi sepulang dari front di Jambi, gugur dalam usia 20 tahun di Jakarta (1949) yang kemudian dimakamkan di Taman Makan Pah<br /><br /></span></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-3410868108191880040.post-44425073866536837402006-12-08T04:48:00.000-08:002008-12-10T01:34:18.355-08:00Strategi Mengaktualisasikan Kebudayaan Sai Batin<span style="font-weight: bold;">Definisi Kebudayaan</span><br /><div style="text-align: justify;">Budaya memiliki akar kata dari bahasa Sansekerta : buddhayah. Budhayah merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Indonesia, kebudayaan juga sering dipakai dengan istilah kultur, sebuah kata serapan dari bahasa Inggris : culture. Kata culture itu sendiri berasal dari bahasa Latin : Colere, yang berarti mengolah atau mengerjakan. </div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"> <span class="”fullpost”"><br />Banyak definisi tentang kebudayaan yang dikemukakan para pakar. Parsudi Suparlan, mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.<br />Lebih jauh, Parsudi Suparlan menyatakan Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama. </span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"> <span class="”fullpost”"><br />Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya .<br />Sedang R. Soekmono mengatakan kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan alam penghidupan. Antropolog Koentjaraningrat berpendapat kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar .<br />Kebudayaan sendiri memiliki tujuh unsur yang bersifat universal. Unsur-unsur tersebut ada dan terdapat di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur tersebut adalah bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, dan kesenian .<br />Dengan berbagai definisi itu, maka kebudayaan bukanlah sebuah kata benda melainkan suatu kata kerja. Kebudayaan adalah karya manusia, dan tanggung jawab manusia. Demikian kebudayaan dilukiskan secara fungsional yaitu sebagai suatu relasi terhadap rencana hidup manusia. Kebudayaan kemudian tampak sebagai suatu proses belajar raksasa yang sedang dijalankan oleh umat manusia. Ini berarti perkembangan kebudayaan tidak terlaksana di luar manusia tetapi di dalam diri manusia .<br />Oleh sebab itu Mudji Sutrisno berpendapat, kebudayaan itu berbasis pada nilai yang mengutamakan kehidupan dan kemanusiaan. Kebudayaan merupakan ruang hidup masyarakat untuk memaknai hidup, memberi arti sosialitasnya dan identitas diri dalam upaya saling memperkaya, saling hormat dan beradab, serta adilnya kemanusiaan .<br />W.S. Rendra dalam Kongres Kebudayaan IV di Jakarta, 29 Oktober – 3 November 1991, mengemukakan bahwa setidaknya ada tujuh daya hidup yang harus dimiliki oleh sebuah kebudayaan. Pertama, kemampuan bernafas. Kedua, kemampuan mencerna. Ketiga, kemampuan berkoordinasi dan berorganisasi. Keempat, kemampuan beradaptasi. Kelima, kemampuan mobilitas. Keenam, kemampuan tumbuh dan berkembang. Ketujuh, kemampuan regenerasi .<br />Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat .<br />Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat .<br />Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat .<br />Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat .<br />Dari berbagai definisi di atas, maka dapat dinyatakan bahwa kebudayaan sebagai hasil cipta, karya, dan karsa manusia merupakan pertautan antara kondisi lingkungan alam dan sosial tempat manusia tinggal dan kehendak luhur yang diharapkan. Kondisi lingkungan dan sosial tempat manusia tinggal saling pengaruh-mempengaruhi manusia baik mengenai kebiasaan, cara pandang, maupun kepercayaan.<br />Manusia yang hidup dalam lingkungan berpendidikan tinggi, berbeda dengan manusia dengan pendidikan rendah. Manusia yang berada di pegunungan berbeda dengan manusia yang bertempat tinggal di pantai. Manusia kota berbeda dengan manusia desa. Perbedaan melahirkan cara pandang dan tindakan serta keputusan yang berbeda. Orang berpendidikan tinggi akan berbeda cara pandang, gagasan dan tindakannya ketika menghadapi beban pekerjaan dengan manusia yang bertempat tinggal di desa. Perbedaan itu tidak bisa kemudian dilekatkan dengan ukuran kualitatif seperti baik-buruk, tinggi-rendah dan sejenisnya, melainkan dengan ukuran kepentingan atau kebutuhan. Karena perbedaan lahir dari kebutuhan yang menuntut pemenuhan. Orang desa dalam mengatasi problem pekerjaan mungkin akan memutuskan untuk membuka lahan baru atau mengubah jenis tanaman. Sedang orang kota akan melakukan dengan cara yang berbeda seperti meningkatkan produksi, mempergencar promosi dan sebagainya. Tidak bisa dikatakan membuka lahan pertanian baru lebih tinggi nilainya daripada meningkatkan produktivitas.<br />Dan kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi itu, keputusan yang diambil berdasarkan atas gagasan luhur yang diharapkan. Misalkan agar keturunannya dapat hidup lebih baik, agar tercipta lingkungan sosial yang harmonis dan sebagainya.<br />Dengan demikian kebudayaan merupakan proses yang terus-menerus berjalan, seiring dengan kemajuan yang diciptakan manusia sebelumnya. Begitu terus-menerus, dan proses tersebut tak pernah berhenti sebelum manusia meninggal. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan proses kreatif untuk memenuhi kebutuhan manusia demi menggapai gagasan luhur yang diharapkan.<br />Sebuah masyarakat atau suku bangsa, akan hidup dengan kebudayaannya, selama kebudayaan ‘asli’ itu dapat menjawab tantangan yang dihadapi oleh para pengusungnya. Namun bila tantangan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka manusia dengan kemampuannya beradaptasi, akan mencari kebudayaan lain, yang dinilai dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Proses tarik-menarik tersebut sering kemudian diistilahkan dengan infiltrasi budaya asing pada budaya setempat.<br />Kebutuhan jelas merupakan keniscayaan hidup, oleh sebab itu kebudayaan yang tidak sanggup memenuhi tuntutan kehidupan akan ditinggalkan oleh para pengusungnya. Dan lama-kelamaan budaya setempat akan hilang sama sekali digantikan oleh kebudayaan asing. Proses tersebut melahirkan apa yang disebut kondisi ‘gegar budaya’. Gegar budaya akan membuat manusia pengusungnya akan kehilangan identitas kebudayaannya, bagai manusia tanpa rumah, ia tak memiliki hak apapun, kecuali menjalankan kewajiban yang dibebankan orang lain kepadanya.<br />Oleh sebab itu agar tidak terjadi “gegar budaya” diperlukan strategi kebudayaan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Strategi Kebudayaan</span><br />Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku. Pengembangan kebudayaan harus dapat memberikan arah bagi perwujudan identitas yang sesuai dengan nilai-nilai luhur. Pengembangan kebudayaan juga perlu menciptakan iklim yang kondusif dan harmonis, sehingga nilai-nilai kearifan lokal dapat merespon modernisasi dengan positif dan produktif.<br />Mengacu pada uraian tentang definisi kebudayaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan niscaya menghendaki pembaharuan sesuai dengan etnisitas dan tradisi. Oleh sebab itu strategi kebudayaan yang harus dilakukan adalah menatap ke depan. Dalam jaman globalisasi, politik ‘pintu tertutup’ tidak lagi relevan, oleh sebab itu membangun strategi kebudayaan haruslah memiliki orientasi bahwa kebudayaan merupakan kesenyawaan antara kita dan masyarakat dunia.<br />Artinya ketujuh unsur kebudayaan : bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, dan kesenian, harus terus-menerus diperbaharui sesuai dengan perkembangan intelektual, teknologi, kondisi sosial-politik, dan tuntutan kebutuhan untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa pemilik kebudayaan tersebut.<br />Masuknya kebudayaan asing, merupakan keniscayaan yang tak dapat ditolak, mengingat perkembangan dunia teknologi dan informasi. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi mendorong perubahan ekonomi global. Dan perubahan ekonomi mendorong terjadinya perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat. Perubahan perilaku dan pola pikir berdampak pada kehidupan politik. Dan seringkali sikap politik yang terlembagakan akan mempengaruhi kebijakan, terutama yang secara langsung berdampak pada budaya. Misalkan dibukanya kesempatan seluas-luasnya untuk membangun perumahan, berdampak pada tanah dan perilaku masyarakat. Dibukanya lahan perkebunan komoditas tertentu untuk kepentingan industri, bisa berdampak pada hak ulayat tanah. Dan sebagainya.<br />Meski demikian, masuknya pengaruh dari luar yang memang tak bisa dihindarkan, tidak selalu berdampak buruk. Kemajuan teknologi informasi berdampak positip terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan dapat dipergunakan untuk kepentingan produktif, misalkan dengan menciptakan alat-alat untuk membantu kehidupan.<br />Di samping itu kemajuan teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan untuk mendokumentasikan produk budaya. Pendokumentasian produk budaya bisa dijadikan bahan untuk melakukan dialog budaya, dari dialog budaya tersebut dapat dihasilkan sikap toleransi, kepedulian, dan hasrat untuk melakukan perubahan yang lebih baik.<br />Dengan kata lain, segala ancaman tersebut dapat diadaptasi menjadi sebuah peluang. Kemampuan untuk mengadaptasi itu, sebenarnya sudah dimiliki oleh masing-masing kebudayaan. Hanya diperlukan cara cerdas untuk melakukan hal tersebut, agar proses adaptasi dapat berjalan dengan baik, tidak melahirkan konflik, dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kebudayaan bersangkutan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kebudayaan Sai Batin</span><br />Kebudayaan Sai Batin di daerah Lampung Barat, terutama yang dianut oleh Paksi Pak Sekala Beghak, merupakan sebuah kebudayaan yang utuh dan lengkap. Ketujuh unsur budaya : bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, dan kesenian sudah dimiliki. Bahkan, berbeda dengan beberapa kebudayaan di Indonesia yang lain, kebudayaan Sai Batin, relatif masih terjaga otentisitasnya. Bisa jadi hal ini disebabkan oleh letak geografis para pendukung budaya Sai Batin.<br />Namun agar kebudayaan tersebut dapat terus bertahan dan mampu beradaptasi dengan kebudayaan luar, diperlukan strategi yang tepat dan terencana.<br />Kebudayaan Sai Batin yang diusung oleh masyarakat sedarah, berasal dari leluhur yang sama, relatif mudah dikelola. Persatuan darah dan daerah menjadi perekat penting kemajuan kebudayaan Sai Batin.<br />Di bagian awal telah disebutkan bahwa kebudayaan dapat bertahan bila dapat memenuhi tantangan kebutuhan pengusungnya, maka kebudayaan Sai Batin juga dapat bertahan selama masyarakat adat Sai Batin dapat merasakan manfaat sebesar-besarnya kebudayaan mereka. Menjadi persoalan kemudian adalah bagaimana mengubah kebudayaan dari tahap mitis-ontologis menjadi fungsional.<br /><span style="font-weight: bold;">1. Mitis</span><br />Istilah mitis kemudian berubah menjadi mitos. Mitos berarti kisah yang memberikan pedoman dan arah tertentu untuk sekompok orang. Mitos biasanya dipelihara secara turun-temurun, dari waktu ke waktu. Kisah tersebut dapat diungkapkan dengan kata-kata, tari-tarian, atau pementasan lain, wayang misalnya. Produk budaya tersebut mengandung mitologi atau pesan tertentu yang hanya dipahami oleh pendukung kebudayaan tersebut. Dengan demikian, produk budaya menjadi sarana komunikasi, sosialisasi atau sebagai suatu proses reproduksi kebudayaan baik dalam konteks ritual, seni, maupun dalam bentuk pertunjukan lainnya. Maka mitos tidak hanya sebuah kisah masa lalu, namun memberikan arah kepada kelakuan manusia dan digunakan sebagai pedoman untuk kebijaksanaan manusia.<br />Mitos tersebut berfungsi sebagai : pertama, menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib di luar dirinya. Kedua, memberi jaminan pada masa sekarang, bahwa usaha manusia untuk mengukir sejarah hidupnya akan terus berlangsung. Dengan kata lain mitos berfungsi menampakkan kekuatan adi kodrati, menjamin kehidupan masa sekarang, memberi pemahaman bahwa manusia berada dalam lingkup kekuatan alam. Oleh sebab itu dalam alam pikiran mitis pun, manusia telah memiliki norma yang mengatur tingkah laku manusia. Norma inilah yang kemudian akan berubah menjadi lebih baik atau justru mengalami kemunduran. Norma akan berjalan sesuai dengan perkembangan pola pikir manusia.<br /><span style="font-weight: bold;">2. Ontologis</span><br />Dalam alam pikiran ontologis, manusia mulai mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang melingkupinya. Manusia berusaha memperoleh pemahaman mengenai kekuatan-kekuatan yang menggerakkan alam dan manusia. Artinya manusia mulai berpikir secara logis-rasional. Namun manusia tidak hanya berpikir secara logis-rasional saja, melainkan juga emosi dan harapan, agama dan keyakinan juga tetap berpengaruh.<br /><span style="font-weight: bold;">3. Fungsional</span><br />Manusia tidak lagi terpesona oleh lingkungannya (mitis). Juga tidak lagi mengambil jarak terhadap obyek penelitiannya (ontologis). Tetapi manusia mulai melakukan relasi-relasi baru terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya. Dengan kata lain, tradisi yang selama ini dilihat sebagai kajian yang hanya bersifat hubungan seremoni, haruslah diaksentuasikan pada pilar-pilar baru bagi fondasi pembangunan.<br />Dalam konteks kebudayaan Sai Batin, sikap mitis dan ontologi, keduanya masih terus berjalan. Namun di sisi lain, kebudayaan Sai Batin perlu menjadi fungsional. Artinya bagaimana muncul hubungan antara kebudayaan dengan kepentingan pendukung kebudayaan. Bagaimana alam dan lingkungan sosial dapat dimanfaatkan untuk kepentingan para pendukungnya.<br />Kepentingan yang dimaksud berkaitan dengan ekonomi, politis, religi, dan identitas-kebanggaan. Kebanggaan dimaksud bukan hanya sekedar kebanggaan internal, merasa bangga menjadi anggota dari masyarakat Sai Batin, tapi juga bangga bahwa kebudayaan Sai Batin dapat memenuhi tantangan kehidupannya, dihadapan kebudayaan lain.<br />Sasaran yang diharapkan dari strategi tersebut adalah :<br />1. Menurunnya ketegangan dan ancaman konflik intern dan antar kelompok masyarakat pendukung kebudayaan Sai Batin.<br />2. Semakin kokohnya kebudayaan Sai Batin, dengan filosofi dan cita-cita luhur yang diharapkan.<br />3. Semakin berkembangnya penerapan nilai baru yang positif dan produktif dalam rangka memantapkan budaya Sai Batin.<br /><br />Maka kebijakan yang dapat ditempuh adalah :<br />1. Mengembangkan modal sosial, berupa rasa memiliki, kebangaan, dan kepedulian.<br />2. Melakukan modernisasi untuk kepentingan kemajuan kebudayaan Sai Batin. Termasuk modernisasi pola pikir dan perilaku masyarakat dengan tetap menjunjung falsafah dan nilai-nilai luhur kebudayaan.<br />3. Reaktualisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai salah satu dasar pengembangan etika pergaulan sosial untuk memperkuat identitas budaya Sai Batin.<br />4. Program Pengembangan Kekayaan Budaya yang dapat dilakukan ialah meningkatkan apresiasi dan kecintaan masyarakat terhadap budaya dan produk budaya Sai Batin baik yang bersifat kasat mata (tangible) maupun tidak kasat mata (intangible).<br /><br />Kegiatan yang akan dilakukan antara lain :<br />1. Transkripsi dan transliterasi naskah-naskah kuno, baik naskah dari masyarakat Sai Batin, maupun kebudayaan lain.<br />2. Pengembangan sistem informasi dan database bidang kebudayaan antara lain peta budaya, produk-produk budaya (tarian, tambo, situs dan sebagainya)<br />3. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pendukung kebudayaan Sai Batin.<br />4. Peningkatan kapasitas kelembagaan, melalui pembenahan sistem manajerial lembaga-lembaga yang mengelola kekayaan budaya.<br />5. Pengembangan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan kekayaan budaya, misalnya melalui pengadaan paket wisata, produk kerajinan dan sebagainya.<br />6. Bekerjasama dengan pemerintah daerah maupun pusat untuk melakukan pemeliharaan dan pengembangan kekayaan budaya.<br />7. Melakukan dialog dengan kebudayaan-kebudayaan lain, dengan cara mengikuti pertemuan raja-raja Nusantara, melakukan kerja sama kebudayaan, pertukaran SDM yang memiliki kompetensi tertentu, dan sejenisnya.<br /></span><br /></div>Sai Batin Paksi Buay Pernonghttp://www.blogger.com/profile/17792339990406927645noreply@blogger.com0