Sebelum masuk militer, Pangeran Maulana Balyan menempuh pendidikan di sekolah orang-orang Belanda (European Larger Schoole). Hanya ada dua pribumi yang bersekolah di sana waktu itu, salah satunya adalah Pangeran Maulana Balyan. Tidak heran, Pangeran Maulana Balyan, fasih berbahasa Belanda. Banyak sinyo-sinyo dan noni-noni Belanda yang suka berkunjung ke kediamannya sebagai sesama teman.
Selain di ELS, Pangeran Maulana Balyan juga mengikuti pendidikan militer di Batusangkar bersama-sama dengan Maraden Panggabean (terakhir Jenderal), Ramli (kemudian Direktur PT Timah Bangka), Bustanil Arifin (kemudian Menteri Koperasi/Ka Bulog) dan lain-lain.
Pangeran Maulana Balyan memang dididik oleh Belanda, tetapi semangat nasionalismenya tak pernah luntur. Ia terlibat dalam banyak pertempuran di berbagai front ketika menentang Belanda maupun Jepang. Pangeran Maulana Balyan adalah salah satu perwira tempur yang diterjunkan pertama di garis depan dalam pertempuran di Ambon untuk menumpas pergolakan di sana. Amir Machmud (kemudian Jenderal/Mendagri) termasuk salah satu rekan yang bertugas di Ambon kala itu. Ibaratnya, kenyang tempur di berbagai front.
Meski demikian, ketika semestinya karier militernya cemerlang, Pangeran Maulana Balyan memutuskan pensiun dari dinas militer dan masuk ke dalam jajaran pegawai sipil. Darah nasionalisme yang mengalir dalam diri Pangeran Maulana Balyan terus diwariskan pada anak-anaknya. Selain memberikan suntikan nasionalisme lewat cerita tentang pengalamannya dalam pertempuran, ia juga memberikan pendidikan dengan cara yang unik. Misalnya, ia selalu memberikan kado pada setiap perayaan hari kemerdekaan. Setiap tanggal 17 Agustus Pangeran Maulana Bayan selalu memberikan uang saku yang lebih besar dari biasanya. Uang tersebut bebas digunakan pada hari peringatan kemerdekaan itu. Kebiasaan ini terus berlangsung tanpa pernah putus sampai anak-anaknya dewasa, bahkan baru berakhir ketika Sultan Sempurna Jaya itu wafat.
Ketika melakukan ziarah ke Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang Lampung, Sabtu, 24 Maret 2007 lalu, tak kurang tujuh nisan/makam diziarahi Pangeran Edward. Semuanya kerabat atau orangtua sahabatnya. Empat di antaranya, makam kakeknya, Pangeran Suhaimi. Ayahnya Pangeran Maulana Balyan. Dan dua orang adik ayahnya, A Muis dan Bunyamin. “Jarang ada satu keluarga yang bapak, dan tiga anaknya sama-sama pahlawan dikebumikan di satu TMP,” komentar seorang kerabat pengantar ziarah. Kakek Pangeran Edward dari ibu, Pahlawan Akmal juga dimakamkan di TMP Baturaja Sumatera Selatan. Masih ada lagi, seorang paman, Letkol A Zawawi (anak Pahlawan Akmal/kakak Siti Rahmasuri) di TMP Karet, Jakarta (TMP Jakarta sebelum Kalibata).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar