Best Regards -Heikal Anugerah- Sukarame".
Begitu komentar dalam blog ini. Luar biasa! Ada kebanggaan, ada ketakziman dari seorang pemuda pada adat-istiadat, pada budaya, dan lebih spesifik pada Saibatinnya. Sesuatu yang amat langka muncul di era demokrasi ini.
1. Penulis komentar pernah datang ke Gedung Dalom, dan bertemu dengan Saibatin Kepaksian Pernong, Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII. Dalam pertemuan itu Heikal melihat dengan mata kepalanya sendiri tindakan Pangeran yang menganggap rakyat adat Kepaksian Pernong, bukan lagi sebagai rakyat, tapi sebagai kerabat (sebagaimana dinyatakan oleh Pangeran dalam acara KICK ANDY : PARA PEWARIS HARTA). Apa yang dilihat Heikal, dan ribuan orang lain, telah mengilhami kesadaran bahwa Kerajaan Adat bukanlah bentuk monarkhi, namun merupakan bentuk kekerabatan untuk setia memegang tradisi leluhur.
2. Adanya pengakuan yang tulus tentang keberadaan Gedung Dalom. Gedung Dalom diakui dan dirasakan sebagai milik kerabat atau warga adat Kepaksian Pernong. Selain itu, warga adat Kepaksian Pernong juga mengaku sebagai rakyat sultannya, milik sultannya, milik Puniakan. Pengakuan itu memiliki nilai, bahwa dalam rentang sejarah yang panjang, sekitar seribu tahun, adat-tradisi dipegang teguh, tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Sejak jaman Empat Umpu hingga masa reformasi, kesetiaan masyarakat adat Kepaksian Pernong masih utuh terjaga, marwah dibela. Kesadaran semacam yang dimiliki oleh Heikal inilah yang membuat takut Belanda pada masa penjajahan dahulu.
Kesetiaan masyarakat adat Kepaksian Pernong membuat Belanda tak mampu menguasai tanah Lampung. Berbagai cara dilakukan Belanda untuk menundukkan Lampung, namun selalu gagal karena kegigihan Saibatin, dan kesetiaan rakyat pada Saibatin. Hingga akhirnya Belanda menggunakan strategi memecah belah masyarakat Lampung dengan mendirikan marga-marga, melalui Keputusan Residen Lampung No. 362/12 yang dikeluarkan tangggal 31 Mei 1864. Sekala Brak sendiri dipecah menjadi 16 marga, melalui Gouvernement Besluit DDO Maart 1844 No. 18. Lebih jauh, Belanda juga melarang penggunaan gelar adat.
Semua itu disebabkan oleh kegagalan Belanda membujuk rakyat Lampung untuk meninggalkan kesetiaan mereka pada Saibatinnya. Dan setelah marga-marga berdiri, Belanda menjadi 'pahlawan kesiangan' seolah menyatukan rakyat Lampung. Belanda memainkan politik pencitraan, seolah ada konflik antarrakyat Lampung, dan hanya Belanda yang mampu meredakan. Padahal sebaliknya, Belanda yang memecah belah.
Namun yang perlu disyukuri adalah, kesetiaan rakyat Kepaksian Pernong pada Saibatinnya tak pernah surut hingga sekarang.
Sosok pemuda seperti Heikal Anugerah adalah contoh bagaimana kecintaan rakyat atau kerabat Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, khususnya Kepaksian Pernong. Apa yang dikatakan Heikal, hendaklah diamini dan diimplementasikan dalam sebuah kreasi untuk kejayaan Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak.
Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan yang besar. Kerajaan yang menurut sejarah sebagai penghasil emas. Kerajaan yang memainkan peran penting dalam gerak peradaban Nusantara hingga menjadi NKRI seperti sekarang.
Dari perjalanan sejarah itu, kita bisa menarik hikmah :
1. Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan besar dan telah berumur seribu tahun lebih, dan selalu berproses dalam dinamika kebangsaan, melakukan pengawalan hingga berdirinya Republik Indonesia.
2. Jangan pernah lagi masyarakat Lampung terpecah-pecah. Lampung itu tetap satu, Kebudayaan Saibatin dan kebudayaan Pepadun memiliki anjak asal yang sama, berasal dari Sekala Brak. Pepadun dan Saibatin memiliki ideologi yang sama, yang berasal dari Pepadun, artinya singgasana. Singgasana bermakna kehormatan. Artinya seluruh warga Lampung harus terus menjaga kehormatan dirinya, kehormatan adat-istiadatnya, kehormatan kebudayaannya. Dan karena itu perbedaan yang ada harus disingkirkan, karena sesungguhnya kita satu.